۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (At-Taubah
: 60)
Ayat diatas adalah ayat zakat yang cukup banyak dikenal dikalangan kaum
muslimin, ayat ini adalah acuan kemana zakat yang dikumpulkan itu
diperuntukkan. Namu hal yang mearik disini adalah dalam firman ini, Allah SWT
tidak secara eksplisit menyebutkan zakat. Tapi Shodaqoot, yang secara bahasa
kita memahaminya dengan arti sedekah. Secara bahasa sedekah berasal dari kata shidq,
shod, da dan qof yang berarti jujur. Artinya semua bentuk pemberian, atau
aktifitas berbagi yang dilandasi kejujuran dalam hati untuk mendapatkan ridho
Allah dikategorikan sebagai sedekah.
Namun dalam ayat ini karena calon penerimanya sangat spesifik maka diartikan sebagai zakat, karena hukum zakat
adalah wajib. Maka peruntukkan zakat juga wajib di spesifikkan kepada 8 asnaf.
Yakni, fakir, miskin, amil, muallaf, riqoob, gharim, fi sabiilillah, dan ibnu
sabiil. Berbeda dengan sedekah yang sunnah, maka sedekah sunnah hukumnya
disedekahkan kepada 8 asnaf ini, lebih afdhol ketimbang yang lain. Tentunya
setelah keluarga terdekat.
Namun yang menarik adalah kenapa hanya 8 asnaf ini?
Jawaban simpelnya adalah Karena mereka adalah profesi dengan kebutuhan
likuiditas yang tinggi, artinya zakat yang disalurkan kepada mereka benar-benar
akan menggerakkan roda ekonomi.
Kalo diruntut Penerima Zakat adalah:
1. Fiqora’ (M; Fakir) yaitu orang yang
berpenghasilan tidak tetap lagi kecil (tidak mencukupi) penghasilannya.
2. Masaakin (Miskin) yaitu orang yang memiliki
penghasilan tetap, tetapi penghasilanya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
3. Para Amil orang orang atau panitia /badan
yang mengurusi penerimaan dan penyaluran zakat/sedekah, terutama yang diangkat
oleh pemerintah.
4. Para Muallaf yaitu orang – orang yang
diharapkan hatinya condong (melirik) kepada Islam ayau berketetapan dalam agama
Islam yang dianutnya.
5. Riqoob yaitu pemerdekaan budak bagi mereka
yang ingin merdeka.
6. Ghaarimiin yaitu orang yang berhutang
(debitur) yang tidak mampu membayar hutangnya.
7. Fi Sabilillah yaitu oarng yang sedang
berjuang di jalan/ sarana yang mengantarkan penggunanya menuju ridha Allah dan
pahala dari-Nya. Seperti saat berperang dijalan Allah, atau sedang belajar
meamhami kandungan ilmu Allah.
8. Ibnu Sabiil: musafir yang
kekurangan/kehabisan bekal diperjalanan yang relatif cukup jauh, yang mengalami
kesulitan meskipun dikampung halamannya ia tergolong orang yang berada. -----------
Referensi:
Dari ‘Uqail, ia berkata, “Ibnu Syihab telah menceritakan kepadaku bahwa
Umar bin Abdul Aziz telah memerintahkan kepadanya supaya menulis ketentuan
pembagian zakat sesuai dengan peraturan sunnah. Isi surat itu adalah, ‘Ini
adalah ketentuan pembagian zakat dan penyaluranya, Insya Allah. Ada delapan
penyaluran, di mana mereka masing-masing mendapatkan bagian. Pertama, satu
bagian untuk fakir. Kedua, satu bagian untuk miskin. Ketiga, satu bagian untuk
petugas zakat (Amil). Keempat, satu bagian orang ingin dijinakkan hatinya
(Mu’allaf). Kelima, satu bagian untuk budak. Keenam, satu bagian untuk orang
yang terhutang. Ketujuh, satu bagian untuk fisabilillah. Kedelapan, satu bagian
untuk Ibnu Sabil.’
Umar bin Abdul Aziz berkata, ‘Bagian Fakir: setengahnya diberikan kepada
mereka yang berperang di jalan Allah untuk perang pertama yang dijalaninya,
yaitu ketika diberikan bantuan kepada mereka. Dan, ini merupakan pemberian
pertama yang mesti diamil oleh mereka. Kemudian mereka mendapat ketentuan
bagian zakat. Bagaikan terbesar mereka adalah terletak di dalam harta fai’.
Setengahnya lagi diberikan kepada fakir yang tidak ikut serta dalam
penyerangan. Yaitu, seperti orang yang menderita sakit lumpuh dan orang yang
tidak bisa ikut perang berdasarkan kepada alasan syar’i, maka boleh menerima
zakat. Insya Allah.
Bagian miskin: setengahnya diberika kepada orang miskin yang menderita
penyakit yang tidak bisa lagi berusaha dan bergerak dipermukaan bumi. Setengahnya
lagi diberikan kepada orang miskin yang meminta-minta dan meminta makanan. Juga
diserahkan kepada orang yang ditahan di dalam penjara yang tidak ada keluarga
untuk membantunya. Insya Allah.
Bagian petugas zakat Amil: ini mesti dilihat kepada usahanya dan
prstasinya dalam memungut zakat secara amanah dan iffah. Kemudian diberikan
bagian zakat sesuai dengan tugas yang telah dijalankannya, dan sesuai dengan
usahanya di dalam pengumpulan zakat. Lalu para anggotanya sama-sama memungut
zakat, maka mereka juga diberi bagian zakat sesuai dengan usaha dan hasil
pengumpulan zakat mereka. Barangkali yang demikian mesti mencapai jumlah
standar, yaitu kurang lebih seperempat dari ketentuan bagian amil. Sisa dari
bagian tersebut adalah tiga dari sepermpat, setelah para anggota amil
mendapatkan bagianya. Kemudian sisanya diberika kepada psaukan cadangan[2] dan
pasukan pertama yang menyasikan perang.[3] Insya Allah.
Bagian orang yang ingin dijinakkan hatinya (Mu’allaf): ini diberika
kepada pasukan cadangan fakir miskin, yang mensyaratkan pemberian bayaran dan
orang yang berperang tanap mensyaratkan memberikan bagian gaji, walaupun
sebenarnya mereka adalah orang fakir. Bagian ini juga diberikan kepada
orang-orang miskin yang hadir di dalam masjid, sedangkan mereka tidak ada gaji
apa pun, orang yang tidak mempunyai bagian di dalam baitulmaal, dan orang yang
tidak meminta-minta kepada orang lain. Insya Allah
Bagian Budak: ini terbagi kepada dua golongan. Setengah dibagika kepada
mukatab yang mengaku masuk Islam. Mereka terbagi kepada beberapa tingkatan.
Ahli fiqih Islam di antara mereka mendapat bagian yang lebih banyak. Sementara
yang lainnya tetap mendapatkan bagian, tetapi kurang dari bagian ahli faqih
diantara mereka. Dan, ini sesuai dengan peranan yang telah disumbangkan oleh
masing-masing di antara mereka. Sedangkan, sisanya juga tetap diserahkan kepada
mereka. Insya Allah. Setengahnya lagi adalah untuk biaya pembelian budak yang
melaksanakan ibadah shalat, puasa, dan telah masuk agama Islam, baik lelaki
maupun perempuan. Setelah itu, mereka mesti dimerdekakan. Insya Allah.
Bagian orang yang terhutang: ini terbagi kepada tiga golongan. Satu
bagian di antara mereka diserahkan kepada orang yang tertimpa musibah di jalan
Allah, sehingga hartanya, kekuatannya, dan budaknya habis. Sementara dia masih
mempunyai utang yang belum bisa terbayar. Dan, dia tidak bisa memberikan nafkah
kepada keluargannya melainkan dengan cara utang. Dua bagian diantara bagian
orang uang terhutang diberikan kepada orang uang tertahan di dalam negeri dan
ikut perang. Sedangkan, ia adalah orang
yang terutang dan dia telah tertimpa kefakiran. Dia juga telah mempunyai utang
yang disebabkan oleh perbuatan masksiat di jalan Allah. Dia juga tidak tertuduh
jahat didalam agamanya dan cara berutangnya. Insya Allah.
Bagian fisabilillah: seperempat dari bagian ini diberika kepada sebagian
golongan ini. Seperempatnya lagi darinya diberikan kepada pasukan fakir
cadangan yang mensyaratkan bagian zakat. Sebagiannya lagi diserahkan kepada
penjaga perbatasan apabila mereka memerlukannya. Dan, dia pada saat itu adalah
pejuang dijalan Allah. Insya Allah.
Bagian Ibnu Sabil: zakat ini dibagiankan pada setiap penghuni di pinggir
jalan sesuai dengan kadar orang yang melintasinya dan oerng uang melewatinya.
Ia juga diberikan kepada setiap seseorang yang sedang mengadakan perjalanan,
yang tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga untuk dijadikan sebagai tempat
perlindungannya. Lalu dia boleh memakan bagian zakat itu, sehingga ia menemukan
rumah yang dituju atau sehngga ia menemukan keperluannya, ia mesti diletakkan
di tempat-tempat keramaian dan diamanahkan kepada orang yang terpercaya, dimana
apabila ada setiap Ibnu Sabil yang lewat, maka mereka memberika perlindungan
kepadanya, memberikan hidangan makanan, dan mengembala tungangannya, sehingga
habis bekal yang dimilikinya. Insya Allah.
Abu Ubaid berkata, “Kemudian Umar bin Abdul Aziz menyebutka mengenai
zakat biji-bijian, buah-buahan, unta, sapi, dan kambing dalam sebuah hadits
yang sangat panjang.”
Abu Ubaid berkata, “Ini adalah keterangan mengenai penaluran zakat,
apabila dibagikan secara merata dianatar seluruh ashnaf yang delapan. Ini
adalah cara pembagian zakat bagi orang yang mampu melakukannya. Akan tetapi,
saya berpendapat bahwa cara pembagian zakat seperti ini tidaklah diwajibkan
melainkan kepada pemimpin yang mana zakat kaum Muslimin telah melimpah ruah di
sisinya. Pemimpin mesti membagikan zakat harta tersebut kepada seluruh ashnaf,
sebab ini merupakan hak yang mesti diterima mereka. Adapun orang yang tidak memilik
banyak zakat harta selain dari kewajiaban zakat hartanya sendiri saja, apabila
ia memberika zakatnya kepada sebagian ashnaf saja, maka yang demikian itu sudah
dibolehkan dan sudah dianggap sah. Ini berdasarkan kepada pendapat ulama yang
telah kami sebutkan di atas.”
Landasan hukum bahwa membagikan zakat hanya kepada sebagian ashnaf saja
sudah dibolehkan adalah berdasarkan kepada hadits yang telah diriwayatkan dari
Rasulullah, ketika beliau menerangkan mengenai zakat. Beliau bersabda, ”Zakat
mesti diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan kemudian deiserahkan
kepada orang-orang miskin diantara mereka.” Disini Rasulullah tidak menyebutkan
banyak ashnaf, tetapi beliau hanya menyebutkan satu golongan saja, yaitu
golongan fakir. Setelah itu, beliau memberikan zakat zakat kepada ashnaf kedua
selain fakir, yaitu orang-orang yang dijinakkan hatinya saja (Mu’allaf) yaitu al-Aqra’ bin Habis, ‘Unaiyah bin Hishn,
‘Alqamah bin ‘Ulatsah, dan Zaid bin al-Khaili. Rasulullah telah membagikan
dianatara mereka emas yang telah dikirimkan Ali dari hasil pungutan zakat harta
penduduk Yaman. Kemudian setelah Rasulullah menerima harta yang lainnya, maka
beliau menyerahkan kepada ashnaf yang ketiga, yaitu orang-orang yang terutang.
Diantara hal demikian adalah sabda Rasulullah kepada Qubaishah ibnul
Mukhariq mengenai utang tanggung jawab pembayaran diyat yang telah menjadi beban kepadanya,
“Bertempat tinggalah engaku disisni, sehingga datang kepada kami zakat harta.
Setelah harta zakat itu datang, adakalanya kami hanya memberikan bantuan
kepadamu utnuk meringankan beban utang tersebut, dan adakalanya juga kami akan
memberikannya bayaran secara penuh terhadap utang yang sedang engkau sandang
itu.”
Seluruh hadits ini telah kami terangkan pada pembahasan bab-bab yang
sebelumnya.
Oleh sebab itu, saya lihat bahwa Rasulullah telah membeikan zakat harta
kepada sebagian ashnaf saja, tanpa harus memberikannya kepada seluruh ashnaf
secara merata.
Dengan demikian, seorang pemimpin diberikan kebebasan memilih antara
membagikan zakat harta secara merata kepada seluruh ashnaf yang delapan atau
hanya memberikannya kepada sebagian ashnaf saja, apabila yang demikian itu
berdasarkan kepada ijtihad kemaslahatan, tidak ada unsur nepotisme dan jauh
dari penyelewengan kebenaran. Demikan juga selain pemimpin., bahkan ia memiliki
kebebasan memilih yang lebih luas. Insya Allah.
[1] Ditulis dari kitab al-Amwal karya Abu Ubad’ al Qasim hal 694-700 teks terjemahan Indo
According to Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason women in this country get to live 10 years more and weigh on average 42 lbs less than us.
BalasHapus(And realistically, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some secret-exercise and really, EVERYTHING about "how" they are eating.)
P.S, I said "HOW", and not "WHAT"...
CLICK on this link to discover if this brief questionnaire can help you discover your true weight loss potential