Jumat, 25 November 2016

Penggandaan Uang, Dimas Kanjeng dan Perbankan


oleh: admin

Alasan awal menyeruaknya kasus dimas kanjeng adanya dugaan pembunuhan kepada salah satu pengikutnya. Namun media dengan kemampuan jurnalisnya melihat ada sudut pandang lain yang lebih menarik untuk dibahas, yaitu isu penggandaan uang yang mengusik rasionalitas masyarakat. Setali tiga uang dengan kasus Aa Gatot sebelumnya berita inipun viral dimedia sosial dengan tema padepokan sesat yang dianggap tempat pengajian yang menipu jamaahnya dengan tujuan keuntungan materi bagi pemiliknya.

Alasan utama padepokan tersebut dikatakan sesat adalah karena isu penggandaan uang yang dianggap tidak rasional. Bahkan media tak segan-segan menuduh ada pemalsuan uang yang dilakukan dimas kanjeng, sebagai alasan rasional dari penggandaan uang. Beberapa asumsi alat sulappun ditampilkan sebagai bukti empirik pertunjukan sulap dari sang kanjeng. Namun yang menarik, penggandaan uang yang tidak rasional ini sebenarnya sudah lumrah terjadi dalam praktek masyarakat modern, dan bahkan dianggap rasional bahkan keren karena ia memiliki nama yang keren dan modern yaitu perbankan khususnya perbankan berbasis bunga.

Ketika pertama kali menabung, pihak bank sudah menawarkan bunga yang akan didapatkan nasabah setiap bulannya, bisa 5% atau 10% sebagai alat jual agar nasabah berminat menitipkan dananya. Tergantung suku bunga acuan kredit yang ditetapkan bank Indonesia. Namun tak ada yang bertanya darimanakah penggandaan uang tersebut berasal?. Seorang ahli ekonomi akan bilang itu berasal dari keuntungan kegiatan bisnis yang dilakukan perbankan melalui penyaluran kredit disektor yang produktif atau melalui investasi dipasar modal. Namun siapakah yang menjamin kegiatan bisnis atau investasi tersebut pasti menghasilkan keuntungan sebagaimana pihak penabung yang sejak awal sudah dipastikan mendapatkan keuntungan. Selain itu, perbankan punya masalah lain yang tidak banyak diketahui orang awam yaitu NPL (Non-Performing Loan) yaitu rasio dana tabungan yang tidak diserap oleh kredit perbankan. Karena bank adalah perusahaan yang berusaha memaksimalkan keuntungan maka dibuatlah dua fasilitas agar uang yang mengendap ini bisa terus menggandakan diri yaitu melalui PUAB (Pasar uang antar Bank) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia).

PUAB dibuat sebagai sarana berbagi modal antar bank yang memiliki kelebihan dana tabungan dengan bank yang memiliki penawaran kredit diatas kesediaan modalnya. Transaksi dapat dilakukan dengan deal-deal bunga tertentu. Namun praktek ini sangat riskan, karena pihak perbankan terpaksa harus menaikkan kredit pinjaman sangat tinggi, agar 3 pihak tetap mendapatkan keuntungan yaitu perbankan yang memberikan kredit langsung, perbankan yang memberikan pinjaman kepada perbankan pertama dan tentunya nasabah yang sejak awal dijanjikan bunga. Maka Bank Indonesia sebagai land of the last resort (landasan pacu terkahir) memberikan instrument SBI kepada pihak perbankan yang mengalami NPL. SBI ini ibarat deposito perbankan yang ditabung di Bank Indonesia dengan jumlah bunga tertentu diakhir tahun. Inilah yang bagi kalangan perbankan disebut sebagai keajaiban dunia nomor 8. Karena bunga yang didapat dari SBI bukan berasal dari kegiatan bisnis yang disalurkan bank Indonesia kepada BUMN atau semacamnya, namun dari percetakan uang yang dianggap legal untuk menjaga stabilitas keuangan.

Di Indonesia kita mengetahui adanya Peruri (Percetakan Uang Republik Indonesia) artinya uang yang kita memang miliki dicetak dan digandakan. Namun pertanyaannya adalah bagaimana uang yang baru dicetak tersebut dapat beredar dimasyarakat? Salah satunya melalui instrument SBI diatas. Sistem ekonomi berbasis bungalah yang menjadikan semua itu lumrah. Inilah sumber keuntungan bisnis dari lembaga keuangan apapun bentuknya. Karena itu lembaga keuangan adalah bisnis kepercayaan. Nasabah menabung di bank dengan kepercayaan bahwa diakhir bulan uangnya akan digandakan melalui mekanisme bunga. Suatu kepercayaan untuk mendapatkan keuntungan instan, tidak beda dengan jamaahnya dimas kanjeng. Bahkan dimas kanjengpun berkata bahwa ia perlu waktu satu tahun untuk menggandakan uang, lebih lama dari pihak perbankan yang sudah mampu menggandakan uang dalam waktu satu bulan.

    Perbedaan mendasar antara perbankan dan dimas kanjeng adalah legalisasi, perbankan dilindungi undang-undang dan memiliki mekanisme mitigasi risiko yang berlapis agar perbankan kosisten tidak mengalami kerugian karena bisnis ini dianggap memiliki dampak sistemik yang akan memengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Maka dibuatlah jaring pengaman system keuangan lalu LPS (Lembaga penjamin Simpanan) agar kepercayaan publik terhadap perbankan semakin tinggi. Selain itu, laporan perkembangan ekonomi dipublikasikan terus menerus dengan angka kuantitatif yang menggoda dengan judul laba, asset, profit dan istilah bahasa inggris lainnya yang dianggap modern untuk semakin mengukuhkan hegemoni dan rasionalitas penggandaan uang oleh perbankan. Berbeda dengan dimas kanjeng yang menggunakan bahasa padepokan dan istilah daerah yang dianggap tidak modern dan ketinggalan zaman.

Persamaan yang paling ketara antara dimas kanjeng dan perbankan adalah praktek bisnis kepercayaan ini sama-sama memberi keuntungan paling besar bagi pengelolanya. Uang digandakan dari selisih antara bunga tabungan dan bunga pinjaman. Yang anehnya adalah para nasabah dan jamaah sama-sama tidak pernah bertanya tentang hal tersebut, padahal hampir semua pebankan melaporkan perkembangan asset dan labanya, bank makin untung, lalu apa keuntungannya bagi nasabah. Secara rasional kedua praktik diatas mirip dengan judi, yang membuat Bandar selalu menjadi pihak yang diuntungkan. Beberapa kasus perbankan sudah menjadi bukti yang dapat bersama kita lihat seperti kasus century dan BLBI, saat bunga yang dijanjikan perbakan gagal dipenuhi pihak nasabahlah yang harus rugi dan Bandar bunga tetap melenggang keuntungan dengan alasan rasional berupa dampak sistemik dan lain sebagainya.

Bila kita sedikit ingin memahami bagaimana mekanisme uang yang beredar di tangan kita kini, semua berasal penciptaan uang dengan alasan adanya pinjaman atau hutang yang dianggap sebagai alat penggerak ekonomi. Dengan adanya pinjaman uang sebagai kebutuhan, maka legalkanlah penggandaan uang dalam bentuk digital. Karena setiap pinjaman yang dikeluarkan secara tidak langsung akan mencatatkan Bunga sebagai sumber piutang dalam laporan keuangan perbankan. Walaupun hakikatnya uang itu secara rill belum ada.  Maka dari itu sudah menjadi tugas bank Indonesia untuk memenuhi catatan digital tersebut sebagai dasar untuk menggandakan uang. Akhirnya keluarlah hitungan rasional untuk mencetak uang dalam jumlah tertentu. Padahal dengan bertambahanya jumlah uang yang beredar, pasti akan melahirkan inflasi. Buku ekonomi disekolah berusaha mengaburkan makna inflasi sebagai kenaikan harga pada saat tertentu. Itu adalah definisi dari sisi akibat. Lala bagaimana definisinya dari sisi sebab. Inflasi adalah meningkatnya penawaran uang. Kasus Zimbabwe dan Somalia adalah dua Negara yang berlebihan mencetak uang sehingga menciptakan hiperinflasi. Namun pemerintah selalu menyandingkan bahasa perkembangan dengan inflasi, untuk mengaburkan pandangan bahwa inflasi itu tidak baik. Teori baratpun berusaha membenarkan inflasi ini dengan alasan turunnya inflasi akan menaikkan pengangguran, karena ekonomi tidak bergerak. Fakta sebenarnya adalah bukan ekonomi yang tidak bergerak, tapi tidak ada hutang yang bisa disalurkan. Artinya mereka tak bisa lagi melakukan riba yang menjadi sumber keuntungann dunia perbankan.

Hal yang harus kita yakini dalam ekonomi islam adalah ekonomi tidak digerakkan dengan hutang tapi dengan kemauan untuk bekerja. Makanya ekonomi barat disebut ekonomi kapitalis karena sumber ekonomi mereka adalah modal dalam bentuk hutang. Berbeda dalam islam yang sangat menganjurkan umatnya untuk tidak berhutang, karena itu adalah beban dan ikatan dunia yang tidak akan lepas hingga kita mati, makanya setiap ada yang meninggal, ahli warisnya wajib membayar hutangnya. Jadi tidak ada hubungan kontradiktif antara pengangguran dan inflasi.

Bila melihat kasus dimas kanjeng yang sedang marak kini. Penggandaan uang yang dilakukan olehnya menjadi kasus pidana karena ada sebagian pihak yang merasa dirugikan secara finansial atau terusik secara rasional. Namun bila kita lebih mamahami sistem perbankan ribawi kini, telah banyak pihak yang dirugikan secara financial, kasus BLBI dan century hanyalah kasus bola salju, padahal setiap harinya setiap pengguna uang dirugikan dengan adanya inflasi yang diciptakan oleh hutang yang menjadi jalan bank mencari keuntungan. Harga bakso saat kita kecil dulu, hanya 500 kini kita harus merogoh kocek hingga 15.000 untuk semangko bakso yang sama. Lalu bagaimana dengan kebutuuhan pokok seperti biaya pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal yang terus meroket. Semua itu terjadi kaena system yang terus menciptakan inflasi. Dan yang orang yang dirugikan olehnya dapat kita lihat setiap hari hampir disemua tempat. Namun yang menjadi paradox antara dua kasus diatas, system perbankan tidak mengusik masyarakat secara rasional, karena sistemnya terlalu rumit untuk dipahami, dibungkus dengan gedung mewah tinggi, karyawan yang cantik, ramalan keuangan yang dikaburkan dengan bahasa forecasting analysis serta system teknologi yang modern. 

Hal yang paling rasional dari itu semua adalah peningkatan jumlah kekayaan hanya dapat dilakukan dengan bekerja keras, melakukan kegiatan produktif. Insting manusiapun akan terusik bila melihat orang yang seumur hidupnya rajin bekerja dan belajar hidup miskin dibawah perintah pemalas dengan setelan jas. Jangan tertipu dengan istilah “uang bekerja kita” karena uang yang dihasilkan melalui bunga hanya menghasilkan inflasi yang akan menaikkan harga barang. Lalu apa gunanya uang yang banyak bila ternyata harga pun naik. Distorsi pemahaman inilah yang kadang tidak disadari para urban yang mengejar karir di ibukota. Ia lupa bahwa uang 1 juta dikampung itu sudah membuatnya bahagia ketimbang uang 10 juta dikota yang bisa habis dalam sekejap mata.  

  

1 komentar:

  1. If you're trying to burn fat then you absolutely need to try this totally brand new personalized keto diet.

    To produce this service, certified nutritionists, personal trainers, and top chefs united to develop keto meal plans that are powerful, painless, money-efficient, and enjoyable.

    Since their grand opening in 2019, hundreds of people have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a great keto diet can give.

    Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-confirmed ones provided by the keto diet.

    BalasHapus