oleh: admin
Alasan
awal menyeruaknya kasus dimas kanjeng adanya dugaan pembunuhan kepada salah
satu pengikutnya. Namun media dengan kemampuan jurnalisnya melihat ada sudut
pandang lain yang lebih menarik untuk dibahas, yaitu isu penggandaan uang yang
mengusik rasionalitas masyarakat. Setali tiga uang dengan kasus Aa Gatot sebelumnya
berita inipun viral dimedia sosial dengan tema padepokan sesat yang dianggap
tempat pengajian yang menipu jamaahnya dengan tujuan keuntungan materi bagi
pemiliknya.
Alasan
utama padepokan tersebut dikatakan sesat adalah karena isu penggandaan uang
yang dianggap tidak rasional. Bahkan media tak segan-segan menuduh ada
pemalsuan uang yang dilakukan dimas kanjeng, sebagai alasan rasional dari penggandaan
uang. Beberapa asumsi alat sulappun ditampilkan sebagai bukti empirik
pertunjukan sulap dari sang kanjeng. Namun yang menarik, penggandaan uang yang
tidak rasional ini sebenarnya sudah lumrah terjadi dalam praktek masyarakat
modern, dan bahkan dianggap rasional bahkan keren karena ia memiliki nama yang
keren dan modern yaitu perbankan khususnya perbankan berbasis bunga.
Ketika
pertama kali menabung, pihak bank sudah menawarkan bunga yang akan didapatkan nasabah
setiap bulannya, bisa 5% atau 10% sebagai alat jual agar nasabah berminat
menitipkan dananya. Tergantung suku bunga acuan kredit yang ditetapkan bank
Indonesia. Namun tak ada yang bertanya darimanakah penggandaan uang tersebut
berasal?. Seorang ahli ekonomi akan bilang itu berasal dari keuntungan kegiatan
bisnis yang dilakukan perbankan melalui penyaluran kredit disektor yang
produktif atau melalui investasi dipasar modal. Namun siapakah yang menjamin
kegiatan bisnis atau investasi tersebut pasti menghasilkan keuntungan
sebagaimana pihak penabung yang sejak awal sudah dipastikan mendapatkan
keuntungan. Selain itu, perbankan punya masalah lain yang tidak banyak
diketahui orang awam yaitu NPL (Non-Performing
Loan) yaitu rasio dana tabungan yang tidak diserap oleh kredit perbankan.
Karena bank adalah perusahaan yang berusaha memaksimalkan keuntungan maka
dibuatlah dua fasilitas agar uang yang mengendap ini bisa terus menggandakan
diri yaitu melalui PUAB (Pasar uang antar Bank) dan SBI (Sertifikat Bank
Indonesia).
PUAB
dibuat sebagai sarana berbagi modal antar bank yang memiliki kelebihan dana
tabungan dengan bank yang memiliki penawaran kredit diatas kesediaan modalnya.
Transaksi dapat dilakukan dengan deal-deal bunga tertentu. Namun praktek ini
sangat riskan, karena pihak perbankan terpaksa harus menaikkan kredit pinjaman
sangat tinggi, agar 3 pihak tetap mendapatkan keuntungan yaitu perbankan yang
memberikan kredit langsung, perbankan yang memberikan pinjaman kepada perbankan
pertama dan tentunya nasabah yang sejak awal dijanjikan bunga. Maka Bank
Indonesia sebagai land of the last resort
(landasan pacu terkahir) memberikan instrument SBI kepada pihak perbankan yang
mengalami NPL. SBI ini ibarat deposito perbankan yang ditabung di Bank
Indonesia dengan jumlah bunga tertentu diakhir tahun. Inilah yang bagi kalangan
perbankan disebut sebagai keajaiban dunia nomor 8. Karena bunga yang didapat
dari SBI bukan berasal dari kegiatan bisnis yang disalurkan bank Indonesia
kepada BUMN atau semacamnya, namun dari percetakan uang yang dianggap legal
untuk menjaga stabilitas keuangan.
Di
Indonesia kita mengetahui adanya Peruri (Percetakan Uang Republik Indonesia)
artinya uang yang kita memang miliki dicetak dan digandakan. Namun
pertanyaannya adalah bagaimana uang yang baru dicetak tersebut dapat beredar
dimasyarakat? Salah satunya melalui instrument SBI diatas. Sistem ekonomi
berbasis bungalah yang menjadikan semua itu lumrah. Inilah sumber keuntungan
bisnis dari lembaga keuangan apapun bentuknya. Karena itu lembaga keuangan
adalah bisnis kepercayaan. Nasabah menabung di bank dengan kepercayaan bahwa
diakhir bulan uangnya akan digandakan melalui mekanisme bunga. Suatu
kepercayaan untuk mendapatkan keuntungan instan, tidak beda dengan jamaahnya
dimas kanjeng. Bahkan dimas kanjengpun berkata bahwa ia perlu waktu satu tahun
untuk menggandakan uang, lebih lama dari pihak perbankan yang sudah mampu
menggandakan uang dalam waktu satu bulan.
Perbedaan
mendasar antara perbankan dan dimas kanjeng adalah legalisasi, perbankan dilindungi
undang-undang dan memiliki mekanisme mitigasi risiko yang berlapis agar
perbankan kosisten tidak mengalami kerugian karena bisnis ini dianggap memiliki
dampak sistemik yang akan memengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Maka dibuatlah
jaring pengaman system keuangan lalu LPS (Lembaga penjamin Simpanan) agar
kepercayaan publik terhadap perbankan semakin tinggi. Selain itu, laporan
perkembangan ekonomi dipublikasikan terus menerus dengan angka kuantitatif yang
menggoda dengan judul laba, asset, profit dan istilah bahasa inggris lainnya
yang dianggap modern untuk semakin mengukuhkan hegemoni dan rasionalitas
penggandaan uang oleh perbankan. Berbeda dengan dimas kanjeng yang menggunakan
bahasa padepokan dan istilah daerah yang dianggap tidak modern dan ketinggalan
zaman.
Persamaan
yang paling ketara antara dimas kanjeng dan perbankan adalah praktek bisnis
kepercayaan ini sama-sama memberi keuntungan paling besar bagi pengelolanya.
Uang digandakan dari selisih antara bunga tabungan dan bunga pinjaman. Yang
anehnya adalah para nasabah dan jamaah sama-sama tidak pernah bertanya tentang hal
tersebut, padahal hampir semua pebankan melaporkan perkembangan asset dan labanya,
bank makin untung, lalu apa keuntungannya bagi nasabah. Secara rasional kedua
praktik diatas mirip dengan judi, yang membuat Bandar selalu menjadi pihak yang
diuntungkan. Beberapa kasus perbankan sudah menjadi bukti yang dapat bersama
kita lihat seperti kasus century dan BLBI, saat bunga yang dijanjikan perbakan
gagal dipenuhi pihak nasabahlah yang harus rugi dan Bandar bunga tetap
melenggang keuntungan dengan alasan rasional berupa dampak sistemik dan lain
sebagainya.
Bila
kita sedikit ingin memahami bagaimana mekanisme uang yang beredar di tangan
kita kini, semua berasal penciptaan uang dengan alasan adanya pinjaman atau
hutang yang dianggap sebagai alat penggerak ekonomi. Dengan adanya pinjaman
uang sebagai kebutuhan, maka legalkanlah penggandaan uang dalam bentuk digital.
Karena setiap pinjaman yang dikeluarkan secara tidak langsung akan mencatatkan Bunga
sebagai sumber piutang dalam laporan keuangan perbankan. Walaupun hakikatnya
uang itu secara rill belum ada. Maka
dari itu sudah menjadi tugas bank Indonesia untuk memenuhi catatan digital
tersebut sebagai dasar untuk menggandakan uang. Akhirnya keluarlah hitungan
rasional untuk mencetak uang dalam jumlah tertentu. Padahal dengan
bertambahanya jumlah uang yang beredar, pasti akan melahirkan inflasi. Buku ekonomi
disekolah berusaha mengaburkan makna inflasi sebagai kenaikan harga pada saat
tertentu. Itu adalah definisi dari sisi akibat. Lala bagaimana definisinya dari
sisi sebab. Inflasi adalah meningkatnya penawaran uang. Kasus Zimbabwe dan
Somalia adalah dua Negara yang berlebihan mencetak uang sehingga menciptakan
hiperinflasi. Namun pemerintah selalu menyandingkan bahasa perkembangan dengan inflasi,
untuk mengaburkan pandangan bahwa inflasi itu tidak baik. Teori baratpun
berusaha membenarkan inflasi ini dengan alasan turunnya inflasi akan menaikkan
pengangguran, karena ekonomi tidak bergerak. Fakta sebenarnya adalah bukan
ekonomi yang tidak bergerak, tapi tidak ada hutang yang bisa disalurkan.
Artinya mereka tak bisa lagi melakukan riba yang menjadi sumber keuntungann
dunia perbankan.
Hal
yang harus kita yakini dalam ekonomi islam adalah ekonomi tidak digerakkan
dengan hutang tapi dengan kemauan untuk bekerja. Makanya ekonomi barat disebut
ekonomi kapitalis karena sumber ekonomi mereka adalah modal dalam bentuk
hutang. Berbeda dalam islam yang sangat
menganjurkan umatnya untuk tidak berhutang, karena itu adalah beban dan ikatan
dunia yang tidak akan lepas hingga kita mati, makanya setiap ada yang
meninggal, ahli warisnya wajib membayar hutangnya. Jadi tidak ada hubungan
kontradiktif antara pengangguran dan inflasi.
Bila
melihat kasus dimas kanjeng yang sedang marak kini. Penggandaan uang yang
dilakukan olehnya menjadi kasus pidana karena ada sebagian pihak yang merasa
dirugikan secara finansial atau terusik secara rasional. Namun bila kita lebih
mamahami sistem perbankan ribawi kini, telah banyak pihak yang dirugikan secara
financial, kasus BLBI dan century hanyalah kasus bola salju, padahal setiap
harinya setiap pengguna uang dirugikan dengan adanya inflasi yang diciptakan
oleh hutang yang menjadi jalan bank mencari keuntungan. Harga bakso saat kita
kecil dulu, hanya 500 kini kita harus merogoh kocek hingga 15.000 untuk
semangko bakso yang sama. Lalu bagaimana dengan kebutuuhan pokok seperti biaya
pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal yang terus meroket. Semua itu terjadi
kaena system yang terus menciptakan inflasi. Dan yang orang yang dirugikan
olehnya dapat kita lihat setiap hari hampir disemua tempat. Namun yang menjadi
paradox antara dua kasus diatas, system perbankan tidak mengusik masyarakat
secara rasional, karena sistemnya terlalu rumit untuk dipahami, dibungkus
dengan gedung mewah tinggi, karyawan yang cantik, ramalan keuangan yang
dikaburkan dengan bahasa forecasting analysis serta system teknologi yang
modern.
Hal
yang paling rasional dari itu semua adalah peningkatan jumlah kekayaan hanya
dapat dilakukan dengan bekerja keras, melakukan kegiatan produktif. Insting
manusiapun akan terusik bila melihat orang yang seumur hidupnya rajin bekerja
dan belajar hidup miskin dibawah perintah pemalas dengan setelan jas. Jangan tertipu
dengan istilah “uang bekerja kita” karena uang yang dihasilkan melalui bunga
hanya menghasilkan inflasi yang akan menaikkan harga barang. Lalu apa gunanya
uang yang banyak bila ternyata harga pun naik. Distorsi pemahaman inilah yang
kadang tidak disadari para urban yang mengejar karir di ibukota. Ia lupa bahwa
uang 1 juta dikampung itu sudah membuatnya bahagia ketimbang uang 10 juta dikota
yang bisa habis dalam sekejap mata.
If you're trying to burn fat then you absolutely need to try this totally brand new personalized keto diet.
BalasHapusTo produce this service, certified nutritionists, personal trainers, and top chefs united to develop keto meal plans that are powerful, painless, money-efficient, and enjoyable.
Since their grand opening in 2019, hundreds of people have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a great keto diet can give.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-confirmed ones provided by the keto diet.