T
Oleh Desy Ery K dan Nurul Shiyam Aprila
Mahasiswa Pascasarja Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB),
Magister Manajemen Syariah, Angkatan EK18
Pendahuluan
Pada dasarnya hukum hukum syariah bukanlah untuk mempersulit umat Islam, tapi justru didasarkan pada kenyamanan, keringanan dan untuk menghilangkan kesulitan dari masyarakat. Syariah telah memperhatikan keadaan khusus dimana suatu penderitaan/kesulitan harus diatasi dalam rangka menyediakan kemudahan bagi umat Islam yang dalam kesulitan.
Kaidah ini merupakan dasar penting dari sumber syari’ah. Mayoritas despensasi syar’i didasari oleh kaidah ini.
B. Pengertian Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib At-Taisir
Al-Masyaqqah asal kata dari شقة" شُقَّة – شُقَق menurut arti bahasa (etimologi) adalah al-ta’ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan, dan kesukaran. Seperti terdapat dalam an Nahl.
QS. An-Nahl ayat 7:
Artinya : “Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sampai ke tempat tersebut kecuali dengan kelelahan diri (kesukaran)”
Maksud dari masyaqqah yang bisa menyebabkan kemudahan disini adalah yang bisa menghilangkan tuntutan syar’i (takhlifat al-syar’iyah). Sedangkan masyaqqah yang tidak bisa menghilangkan tuntutan syar’i contohnya merasa berat ketika menerima had, sakitnya razam bagi pezina, hal seperti ini tidak berpengaruh dalam meringankan hukum syar’i.
Sedangkan al-taisir asal kata /يسر" يَسَّرَ secara bahasa berarti kemudahan atau kelenturan, seperti di dalam hadits nabi diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan:
إن الد ين يسر
“Agama itu mudah, tidak memberatkan” (yusrun lawan dari kata ‘usyrun)
Dari definisi secara bahasa tersebut sudah bisa dipahami bahwa kesulitan dan kesukaran bisa menjadi sebab kemudahan.
Jadi makna kaidah tersebut adalah kesulitan menyebabkan adanya kemudahan. Maksudnya adalah bahwa hukum-hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran, maka syari’ah meringankannya sehingga mampu dilaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran.