oleh: M. Maulana Hamzah dan Yudi Yudiana
A. Pendahuluan
A.1. Potret dan
Potensi Pariwisata Bagi Ekonomi Indonesia
Indonesia
adalah negara dengan baragam kekayaan, baik dari sumber daya alam hingga
keunikan sumber daya manusianya. Kolaborasi dari dua anugerah Allah inilah yang
menciptakan budaya bangsa yang santun dan gotong royong. Namun dengan maraknya
arus globalisasi, budaya yang indah itu kian terlupakan. Banyak anak bangsa
yang tidak mengenal budayanya, dan banyak dari masyarakat dunia yang hanya mengenal
Indonesia dari korupsi, teroris dan kesan buruk lainnya. Hal ini mempengaruhi
persepsi masayarakat dunia terhadap Indonesia, persepsi buruk ini tentu akan
mempengaruhi peran Indonesia dikancah internasional, baik dari segi politik
hingga ekonomi.
Maka
dari itu salah satu cara memperkenalkan budaya bangsa, kiranya perlu
dikembangkan konsep pariwisata yang baik. Apalagi sektor ini memilki kontribusi
yang cukup tinggi bagi ekonomi Indonesia. Hingga tahun 2013, sektor pariwisata
menepati ranking ke 4 dari 12 komoditas unggulan di Indonesia dengan total
sumbangan devisa sebesar 10.054 juta dolar.
Tabel 1.Ranking Devisa Pariwisata Tahun 2009 - 2013
Sumber: BPS. Jan 2014
Hal ini tentu merupakan potensi yang
harus dioptimalkan, apalagi mengingat 3 komoditas unggulan teratas adalah
komoditas sumber daya alam yang tak terbarukan dan rata-rata masih dikelola
oleh pihak asing. Diantara keunggulan sektor pariwisata dibanding komoditas
lain adalah ramah lingkungan, terbukanya lapangan kerja baru, berkembanganya industri
kerajinan lokal dan modal mimimum. Karena modal utama dari industri pariwisata
adalah modal alam dan budaya.
Namun
dibalik imbas positif diatas, pariwista juga memiliki dampak negatif yang harus
diantisipasi. Pertama, ketika suatu wilayah tertentu berkembang menjadi
destinasi pariwisata, maka permintaan akan produk lokal dan tanah di wilayah
tersebut akan meningkat, sehingga harga akan terus meningkat. Sebagai contoh,
jika pakaian tradisional di suatu daerah sangat diminati oleh wisatawan, maka
peningkatan harga secara berkelanjutan akan menyebabkan penduduk setempat tidak
lagi mampu membeli pakaian tradisional mereka sendiri dan mungkin harus beralih
untuk memakai pakaian dengan kain yang harganya jauh lebih murah tetapi
merupakan produk impor.[1]Kedua,
dari hasil penelitian the United Nations Economic and Social Commission for
Asia and the Pacific (UNESCAP) disebutkan bahwa sebagian keuntungan yang
dihasilkan dari sektor pariwisata internasional akan kembali ke negara asal
wisatawan. Kebocoran devisa (leakage) dapat terjadi antara lain karena: makanan
dan minuman dan peralatan yang digunakan hotel/sarana akomodasi yang harus
diimpor; gaji yang dibayarkan kepada tenaga kerja asing; dan sebagainya. Ketiga,
kegiatan di sektor pariwisata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang
serius. Dan yang terkahir keempat, politisasi sektor pariwisata juga
dapat terjadi dalam hal-hal tertentu.[2]
Maka
untuk mengantisipasi dampak negatif dari pariwisata diatas perlu diterapkan
konsep wisata yang sesuai dengan budaya mayoritas di Indonesia. Konsep itu adalah
wisata syariah. Kenapa Syariah, hal itu mengingat Indonesia adalah negara dengan
87% penduduknya adalah muslim dan mewakili lebih dari 13% total populasi muslim
dunia.
Tabel
2. 10 Negara dengan Jumlah Muslim Terbanyak
Pew Research Center’s Forum on Religion &
Public Life. Pewforum.org
Maka
dari itu konsep wisata syariah secara teori akan mampu menangkal dampak negatif
dari kebocoran deviasa diatas, Karena diterapkan berdasarkan asas budaya islam
dan akad – akad yang bertujuan mashlahah. Namun untuk pengembangannya perlu
dilakukan tinjauan komparatif dengan wisata konvensional sebagai benchmark
untuk melihat tantangan dan peluangnya secara praktis. Dengan harapan bisa
menghasilkan sintesa yang objekif dan komprehensif terhadap konsep pengembangan
wisata syariah yang ideal di Indonesia.
Istilah
syariah digunakan di Indonesia untuk menunjukkan penggunaan sistem Islami dalam
melakukan aktivitas ekonomi. Dimulai pada Industri Perbankan Syariah, yang
dimulai pada tahun 1992, kemudian diikuti oleh sektor lainnya, seperti Asuransi
Syariah, Pegadaian Syariah, dan sejak tahun 2013 yang lalu, kini muncul trend
Hotel Syariah dan Wisata Syariah. Istilah syariah adalah prinsip-prinsip hukum
Islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis Ulama
Indonesia.[3]
A. 2. Definisi
dan Struktur Pariwisata (syariah dan Konvensional)
Industri
pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan pariwisata (Undang-Undang Pariwisata no 10 tahun 2009). Pada
dasarnya organisasi kepariwisataan adalah suatu badan yang langsung bertanggung
jawab terhadap perumusan dan pelaksana kebijakan kepariwisataan dalam ruang
lingkup nasional maupun internasional yang secara langsung melakukan pengawasan
dan memberi arahan dalam pengembangan kepariwisataan. Dalam prakteknya ada
selalu ada sinergi antara pemerintah dan pihak swasta. Ada tiga faktor yang
menentukan berhasilnya pengembangan pariwisata sebagai suatu industri. Ketiga
faktor tersebut adalah:
1.
Tersedianya
objek dan atraksi wisata, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi
orang untuk mengunjungi suatu daerah tujuan.
2.
Adanya
fasilitas accessibility, yaitu Prasarana dan sarana perhubungan dengan segala
fasilitas, sehingga memungkinkan para wisatawan mengunjungi suatu daerah
tujuan.
3.
Tersedianya
fasilitas amenities,yaitu sarana kepariwisataan yang dapat memberikan pelayanan
pada wisatawan selama dalam perjalanan wisata ayang dilakukan.[4]
Sedangkan
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan bahwa,
Wisata Syariah didefinisikan sebagai kegiatan yang didukung oleh berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah. Pariwisata syariah memiliki
karakteristik produk dan jasa yang universal, keberadaannya dapat dimanfaatkan
oleh banyak orang. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata
dalam pariwisata syariah adalah sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan
pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika
syariah. Jadi, tidak terbatas hanya pada wisata religi.[5]
A.2.1. Perbedaan
Wisata Syariah dan Konvensional
Pada
dasarnya pariwisata syariah sama seperti pariwisata pada umumnya hanya saja
konsep ini secara eksplisit akan memberi beberapa batasan, dengan tujuan
memberi kenyamanan untuk bersyariah. Bagi wisatawan non muslim, aturan ini
mungkin akan terkesan mengekang kebebasan dan kebiasaan lama mereka. Namun
secara ekonomi justru akan membuat segmentasi dan memberikan kesan unik. Kesan
inilah yang akan meningkatkan daya tarik dan nilai jual. Maka dalam
pengelolaannya perlu dijaga dan dijadikan tradisi sehingga setiap wisatawan
yang datang akan merasakan pengalaman yang baru, untuk dicoba, di ketahui, dan di bagi dengan
kelogenya saat ia kembali.
Lalu
bagaimana konsep wisata syariah yang ideal? Sebelum membahas lebih jauh ada dua
hal yang harus dipahami. Pertama, modal awal membangun industri
pariwisata Islami adalah kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang di
Indonesia dalam hal ini budaya masyarakat, seperti budaya kegiatan agama di
masjid, pernikahan, musik hingga ikon yang terkenal seperti ondel-ondel, kuda
lumping dan lain-lain. Semua budaya dan adat istiadaat itu berjalan beriringan
dengan budaya Islam. Inilah yang membuat suku-suku di Indonesia memililki
budaya yang unik dan majemuk sebagai hasil percampuran elemen Cina, Arab,
Portugis, dan Belanda.[6]
Kedua, pada awalnya kita harus membangun paradigma bahwa dalam konsep
wisata syariah tidak ada perubahan apapun tentang destinasi wisata. Poin
pembedanya disini adalah kenyamanan dalam beribadah, kemudahan mendapatkan
produk pangan halal, serta lingkungan yang syar’i dan bebas maksiat baik dari
pelayanan, fasilitas penunjang, lingkungan hotel, spa hingga restoran. Dalam
hal ini Kemenkraf bekerja sama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah
menetapkan standarisasi hotel, spa dan restoran yang berbasis syariah. Jadi
apapun destinasi wisatanya, 2 faktor diatas adalah syarat mutlak sebuah wisata
dapat disebut sesuai syariah.
Konsep
wisata syariah adalah sebuah kebutuhan. Indonesia yang mayoritas muslim, tentu
tidak relevan bila konsep pariwisatanya mengacu pada budaya barat. Apalagi trend
wisata, kini sangat dinamis. Menurut Esty Reko Astuti selaku Direktur Jenderal
Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sektor turis
pariwisata syariah muslim global pada tahun 2012 mencapai USD 137 miliar, dan di 2018
diprediksi akan berkembang jadi USD 181 miliar. Peluang ini tentu harus segera
di tangkap oleh Indonesia, kalau tidak mau tertinggal dari negara tetangga.
Selain itu konsep wisata syariah yang terimplementasi dengan baik akan menjaga
eksistensi Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
A.2.2. Wisata Syariah Indonesia dan Perkembangan Global
Bila
kita melihat praktek wisata syariah di negara-negara yang muslimnya minoritas
seperti Prancis, Jepang dan Thailand. Salah satu strateginya adalah membuat
“brand halal”. Trend makanan halal ini sudah menjamur di Eropa dan negara maju
lainnya. Strategi ini sangat baik dalam menggaet pasar non muslim, mereka
cenderung ingin mencoba. Apalagi dari sisi kesehatan makanan halal cenderung
lebih baik dari yang non halal. Maka salah satu cara mempopulerkan wisata
syariah bagi pasar non-muslim adalah dengan menciptakan pusat kuliner halal.
Yang mana didalamnya ada edukasi tentang keunggulan makanan halal dibanding
yang non halal.
Di
Indonesia, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
sudah menetapkan 9 destinasi wisata syariah yaitu Sumatra Barat, Riau, Lampung,
Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makassar dan Lombok.[7]
Sejauh
ini, Kemenparekraf bersama beberapa pihak terkait sudah meyepakati pedoman
wisata syariah, antara lain standar yang harus dipenuhi oleh hotel, restoran,
biro perjalanan, pemandu wisata yang sesuai dengan kaidah syariah. Saat ini,
pedoman tersebut telah berlangsung cukup efektif di hotel seperti penyediaan
alat Sholat, petunjuk arah Sholat, penyediaan makanan bersertifikasi halal, dan
lain-lain.[8]
Diantara sektor pariwisata syariah
diatas, kami memfokuskan diri ke produk halal syariah. Hal ini dikarenakan industri
halal syariah sejalan dengan pola ekonomi indoensia yang bersifat agraris.
Pengembangan produk pangan dari hulu ke hilir yang sekarang sangat gencar di
lakukan pemerintah guna meningkatkan daya saing, dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini industri pangan halal dapat meningkatkan daya saing produk pangan
Indonesia di tingkat global. Selain itu, dengan adanya sertifikasi halal ini
akan menjadi daya traik untuk mengundang wisatawan mancanagera baik yang muslim
maupun non muslim untuk bersilaturrahmi dan membuka peluang kerja baru,
meningkatkkan produksi, bertukar budaya dan pada kahirnaya meningkatkan
mashlahat baik dari bidang ekonomi maupun sosial.
B. Pembahasan
B.1. Potensi
Wisata Syariah di Indonesia
B.1.1. Anjuran
Berwisata Dalam Islam
Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk bepergian, bahkan salah satu ulama Islam yang cukup terkenal
bernama Ibnu Batutah, adalah salah satu explorer ulung asal maroko yang dikenal
baik didunia barat maupuan islam. Dalam bahasa islam kita mengenal istilah
hijrah, berpindahnya seseorang (baik secara temporer maupun permanen) dari
suatu tempat ke tempat lainnya yang lebih baik, karena dalam hijrah setidaknya
ada tiga manfaat. Mendapatkan ilmu yang baru, mendapatkan saudara
yang barudan terbukanya pintu rejeki. Karena hakikatnya Allah SWT sengaja
telah menciptakan manusia dengan beragam suku dan budaya untuk saling mengenal,
memahami budaya masing-asing untuk kemudian membuka pikirannya untuk kian
bertakwa kepadaNya. Dalam surat al- Hujurat ayat 13 Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَاٱلنَّاسُ
إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ
لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
13. Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
قُلۡ
سِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ بَدَأَ ٱلۡخَلۡقَۚ ثُمَّ ٱللَّهُ
يُنشِئُ ٱلنَّشۡأَةَٱلۡأٓخِرَةَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٢٠
20.
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya
sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Ankabut ;
20)
Dalam
surat al-ankabut diatas Allah SWT juga mengisyaratkan untuk berjalan dimuka
bumi sebagai lahan yang telah Allah hamparkan bagi manusia untuk dijelajahi,
dan dipelajari untuk kemudian diambil hikmahnya. Sehingga setiap muslim semakin
dekat dengan keyakinanNya. Dan setiap non-muslim jadi tersadar dengan keagungan
tuhan, lebih mengenal islam sebagai agama yang damai dan rohmatan lil alamin.
Sehingga dapat menghilangkan kesan islamophobia yang selama ini banyak
berkembang dalam arus pemikiran barat.
Dalam
hadits juga dikatakan yang artinya :
“Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya pada
saat istimewanya. “ Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah saw, apakah saat
istimewa itu? Beliau bersabda, “Hari dan malam pertamanya. Bertamu itu adalah
tiga hari. Kalau lebih dari tiga hari, maka itu adalah sedekah.” [HR.
Bukhari dan Muslim]
Tamu
yang disebut di dalam hadits di atas mencakup tamu mukmin maupun kafir. Kata “dhaifahu”
termasuk dalam lafadz umum, sehingga mencakup semua jenis tamu; baik
tamu mukmin, kafir, laki-laki, maupun perempuan. Semua tamu wajib disambut dan
dimuliakan serta dihormati berdasarkan nash-nash hadits di atas. Seorang
muslim juga diperintahkan untuk memenuhi hak-hak tamu, sekadar dengan
kemampuannya.[9]
B.1.2. Peluang
dan Tantangan Wisata Syariah
Survei
Thomson Reuther dan Dinar Standard menunjukkan belanja masyarakat muslim dunia,
selain haji dan umrah yang mencapai 137 milliar dolar AS pada tahun 2012.
Diproyeksikan akan mencapai 181 milliar dolar ditahun 2018. Angka in
menggambarkan besarnya potensi wisata syariah.[10] Faktor
pendukung utamanya adalah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim dengan beragam
budayanya. Disadari atau tidak masyarakat Indonesia adalah pasar industri
syariah terbesar didunia. Bahkan Malaysia, Singapura dan Thailand sudah menjadikannya
sebagai target promosi wisatanya.
Keunggulan
komparatif indonesia sangat besar. Dimulai dari letak geografisnya di khatulistiwa.
keindahan alam terbentang dari pegunungan hingga pesisir pantai. Keragaman
budaya, dari melayu, jawa, bugis, sunda, sasak, dan lain sebagainya semuanya mempunyai
agama mayoritas yang sama yaitu islam. Disisi lain kuliner Indonesia juga sudah
mendukung salah satu aspek pendukung wisata syariah yaitu penyediaan makanan
halal namun belum terlabel dengan baik. Hal ini tentu harus dioptimalkan guna
meningkatkan share wisata syariah Indonesia di tingkat internasional.
Tantangan
terbesar dalam pengelolaan wisata syariah adalah bagaimana menciptakan konsep
wisata yang terorganisir dan termanajemen dengan baik dari hulu ke hilir. Belajar
dari Malayia, disana wisata syariah memilki ditjennya sendiri di pemerintahan
yang dikenal dengan sebutan Islamic Tourism Center. Melalui lembaga ini
Malaysia memposisikan diri sebagai leader dalam pengembangan wisata syariah
dunia. Sedangkan Thailand yang telah memposisikan diri sebagai “Kitchen of the
World”. Menangkap peluang industri halal
dengan slogan yang berbunyi “Halal Thailand to Kitchen of The world”. Hal ini
menjadikan Thailand sebagai salah satu pengekspor produk halal didunia. Di
jepang punya lembaga bernama Halal Development Foundation Japan (HDFJ).[11]
Di Indonesia
kita belum bisa melihat lembaga yang secara khusus, mengembangkan konsep wisata
syariah, terutama dari sisi promosi dan paket wisata syariah yang jelas. Melihat
potensi indonesia diatas terlihat keunggulan komparatif dari sisi destinasi
wisata dan budaya menjadi poin utama. Namun kurangnya informasi dan minimnya
paket wisata yang menawarkan paket wisata yang komprehensif termasuk tentang
maraknya industri halal di Indonesia, menjadi poin minus pengembangan wisata syariah.
B. 1.3. Potensi Gaya Hidup Halal di Indonesia.
Perkembangan
Industri halal sejak milenium kedua kini tak lagi hanya menjadi konsumsi
masyarakat Muslim saja, tetapi sudah menjadi isu global. Banyak negara maju di
Asia, Australia, Eropa dan Amerika, telah mengkonsentrasikan diri pada bidang
wisata halal, khususnya produk pangan halal. Hukum halal pada makanan, dalam
Islam tidak hanya sekedar doktrin agama, tetapi justru menjamin makanan tersebut
sehat dan aman yang secara ilmiah masuk akal (scientifically sound).[12]
Konsep
halal dapat dipandang dari dua perspektif.[13] Yang pertama
perspektif agama, yaitu sebagai hukum makanan sehingga konsumen muslim mendapat
hak untuk mengonsumsi makanan sesuai keyakinannya. Ini membawa konsuekensi
adanya perlindungan konsumen. Yang kedua adalah perspektif industri.
Bagi produsen pangan, konsep halal ini dapat ditangkap sebagai suatu peluang
bisnis. Bagi industri pangan yang target konsumennya sebagian besar muslim,
maka tentu saja dengan adanya jaminan kehalalan produk akan meningkatkan
nilainya yang berupa intangible value. Produk pangan yang kemasannya tercantum
label halal akan meningkatkan daya tarik bagi konsumen muslim.
Sektor
pangan merupakan salah satu bidang yang mendominasi perdagangan bebas. Iklim
pangan global akan dipengaruhi dengan kuat oleh negara-negara yang mampu
menguasai bisnis pangan dunia. Kompetisi perdagangan bebas menekankan pada
harga dan kualitas.Sebuah teori kunci untuk perdagangan yang harus dipahami
adalah pertumbuhan suatu bisnis sering tergantung pada daya saing yang kuat,
dan secara bertahap membangun inti dari pelanggan setia yang dapat diperluas dari
waktu ke waktu. Terciptanya kedaulatan pangan dalam negeri akan mnjadi urgensi
kemampuan bangsa kita bersaing dalam perdagangan pangan global. Produk kita
harus mampu bersaing dan dicintai rakyat Indonesia.
Agar industri
pangan halal di negara kita dapat tumbuh dan berkembang pesat sehingga mampu
mengimbangi perdagangan produk halal global, maka perlu kerja keras mendorong
bangkitnya industri pangan halal Indonesia, yaitu adanya jaminan produk halal
bagi konsumen agar memberikan ketenangan bathin bagi konsumennya. Jaminan
produk yang dipasarkan ditandai dengan adanya sertifikat halal untuk produk
tersebut.Sertifikasi halal akan membuat produk industri makanan semakin
diterima dan semakin dipercaya untuk dikonsumsi masyarakat, sehingga mampu
menggerakkan sektor riil dan menumbuhkan perekonomian nasional. Dalam hal ini,
sertifikasi halal mempunyai hubungan yang signifikan terhadap daya jual produk
pangan.Namun dengan majunya teknologi memudahkan orang untuk meniru dan
memalsukan sertifikasi halal pada produk yang belum melalui sertifikasi halal.
Untuk itu perlu adanya koordinasi yang berkesinambungan dari kementrian terkait
agar kepercayaan konsumen atas produk halal tetap terjaga. Saat ini indeks
kesadaran produk halal yang berkisar 70% pada 2009 meningkat menjadi 92% pada
2010, serta jumlah produk bersetifikat halal naik 100% dalam kurun waktu
2009-2010 Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI).
Banyak
negara di dunia sudah menjadikan jaminan halal sebagai salah satu indikator
jaminan mutu, baik di Eropa maupun di Amerika. Hal ini ditandai dengan begitu
banyaknya lembaga pemeriksa halal yang bermunculan di berbagai negara. Di
samping lembaga penelitian dan pengembangan produk, halal pun menjadi suatu
kebutuhan dalam pengembangan industri produk. Produk dengan sertifikat halal
dapat memberikan nilai tambah, tak hanya bagi kesehatan, tetapi juga pada nilai
ekonomi. Di mana sertifikasi halal dapat memberikan daya saing, jadi otomatis
sertifikat halal juga berfungsi menjadi alat pemasaran.
Komunikasi
dan periklanan produk halal merupakan dua hal sejalan yang berkembang karena
meningkatnya pertumbuhan pasar produk halal. Hal yang sama berlaku pada
perusahaan-perusahaan produk halal di Eropa, beberapa majalah mempromosikan
produk-produk mereka, dan terus mengembangkan merek halal dengan metode baru .
Perkembangan
produk halal, telah membuka pintu secara luas bagi perusahaan dan lembaga
pemeriksa produk halal dalam menyediakan layanan informasi dan komunikasi
melalui media massa sepertisurat kabar, radio, televisi dan internet bagi
konsumen.Pesatnya perkembangan pasar produk halal sangat
didukung oleh ekonomi modern dan dinamis, sehingga berdampak pada gencarnya
promosi di bidang produk halal. Dampaknya, halal lifestyle (gaya hidup halal)
makin meningkat dan semakin saling mempengaruhi dalam bisnis produk halal
global.
Nilai
pertumbuhan rata-rata pasar produk halal yang mencapai tujuh persen per tahun,
tren ini akan terus meningkat seiring dengan dinamika lima hal yang
meningkatkan laju market pangan halal global[14],
yaitu: pertumbuhan penduduk muslim, pasar utama untuk makanan halal;
meningkatnya pendapatan di pasar utama untuk makanan halal; peningkatan
permintaan untuk keamanan pangan; dan makanan berkualitas tinggi di pasar
primer. Saat ini, produk halal menjadi belanja tertinggi di berbagai negara
pada beberapa wilayah tertentu, termasuk bagi lima atau tujuh juta masyarakat
Perancis dan Jerman (Ameur: 2011). Di Inggris, penduduk Muslim 4 % dari total
penduduk, sedangkan ketersediaan produk daging halal mencapai 15 % dari seluruh
daging yang dijual.
Ketertarikan
masyarakat non Muslim mengkonsumsi daging berlabel halal didorong oleh faktor
kualitas daging yang dinilai kaya rasa, lebih lembut, dan diyakini lebih aman
dan lebih higienis.Pariwisata syariah juga merupakan bidang yang dapat
dikembangkan seiring program sertifikasi halal. Di sini, kemajuan industri
produk halal menjadi kunci dalam pengembangan wisata syari’ah.[15]
Hal
ini menjadi peluang besar bagi produsen produk halal, baik bagi negara Muslim
mau pun non Muslim, untuk berupaya mengembangkan dan meningkatkan produksi
produk halal sehingga mampu berkompetisisi di pasar dunia. Untuk dapat
mengambil peran dominan pada market pangan halal dunia, tentunya produk halal
Indonesia harus mampu meyakinkan market halal dengan produk yang berkualitas.
Salah satunya sertifikat halal yang melekat sebagai salah satu indikator
kualitas produk dapat memberikan jaminan kualitas halal atas produk dimaksud.
Ini akan menjadi kebutuhan akan terwujudnya kesiapan yang handal, tangguh serta
ungggul dalam pembangunan dibidang produk halal domestik. [16]
B.2.Tinjauan
Komparatif Wisata Syariah dan Konvensional di Indonesia
B.2.1. Peran
Pemerintah dalam Perkembangan Industri Pariwisata Indonesia
Peraturan
Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata disebutkan bahwa
1.
Usaha
Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
2.
Sertifikasi
Usaha Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata
untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan
usaha pariwisata melalui audit.
3.
Standar Usaha
Pariwisata adalah rumusan kualifikasi usaha pariwisata dan/atau klasifikasi
usaha pariwisata yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha
pariwisata Sertifikat Usaha Pariwisata
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi usaha pariwisata
kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar usaha pariwisata.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025. Disebutkan bahwa Daerah
Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administrative yang di
dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan. Serta Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang selanjutnya
disingkat KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau
memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nas ional yang mempunyai
pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi,
sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup,
serta pertahanan dan keamanan.
B.2.2. Peran
Pemerintah dalam Perkembangan Industri Wisata Syariah
Dalam
Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah disebutkan bahwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang selanjutnya disebut
DSN-MUI adalah bagian dari struktur kelembagaan MUI yang bertindak sebagai
Lembaga Sertifikasi di bidang Usaha Pariwisata Syariah.
Namun
dalam praktiknya, sertifikasi itu dilakukan oleh lembaga khusus dan telah
memiliki peran yang cukup membanggakan, lembaga sertifikasi halal Indonesia
tersebut adalah LPPOM MUI. Didalam negeri sejak tahun 2005 hingga tahun 2013,
LPPOM MUI telah mengeluarkan 6896 sertifikat halal, dengan jumlah produk
mencapai 10.794 item dari 3901 perusahaan. Angka tersebut disinyalir akan terus
bertambah, apalagi dengan adanya cabang LPPOM MUI di 33 provinsi diseluruh
Indonesia.
Pada
Juni 2011 silam Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai Pusat Halal Dunia.
Deklarasi tersebut sejalan dengan peran LPPOM MUI antara lain mendesain dan
menyusun Sistim Sertfikasi Halal (SH) dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang
diadopsi lembaga-lembaga sertifikasi luar negeri.[17]
Maka sejak itu LPPOM MUI menjadi pelopor dalam Sertifikasi Halal dan Sistem
jaminan Halal secara Internasional.
B.2.3. Sertifikasi Halal Untuk Industri Syariah
Persyaratan
tentang sertifikasi halal tertuang dalam buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur
dan Kriteria). Secara ringkas ada 11 hal yang patut diperhatikan guna
mendapatkan SJH (Sertfikat Jaminan Halal). Yaitu: Kebijakan Halal, Tim
Manajemen Halal, Pelatihan dan Edukasi, Bahan yang Halal, Merk Produk,
Fasilitas Produksi, Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis, Kemampuan Telusur
(Traceability), penanganan Produk yang tidak memenuhi kriteria, Audit internal
dan Evaluasi Manajemen.[18]
C. Analisa dan Sintesa
C. 1. Analisa Komparatif Industri Halal dalam Wisata Syariah dan
Konvensional
Konsep
syariah dalam bisnis islam memanjang sehingga mencakup seluruh zaman, melebar
sehingga mencakup umat manusia dan mendalam mencakup urusan dunia dan akhirat
(Hasan Al Banna). Islam adalah jalan hidup dan konsep hidup yang meliputi
seluruh aspek, sebagi wujud ketaatan, pengabdian dan penyerahan diri kepada
Sang Pencipta beserta seluruh risalahNya, agar selamat dan sukses dunia
akhirat. Maka bisnis dalam islam tak hanya berorientasi pada bisnis semata,
sehingga menempatkan suatu bisnis yang juga berorientasi kepada:
1.
Mewujudkan
kemashlahatan Umat
2.
Mewujudkan
Keadilan dan Pemerataan Pendapatan
3.
Membangun
Peradaban yang Luhur
4.
Menciptakan
Kehidupan yang seimbang dan Harmonis[19]
Sebenarnya orientasi
diatas sejalan dengan trend dalam dunia bisnis sekarang, yang menempatkan
posisi bisnis dititik yang optimum untuk pertumbuhan yang berkelanjutan
(sustainable growth) antara Profit-People-Planet.
Perbedaan
mendasar antara bisnis syariah dan konvensional adalah pada visi dan misinya.
Pada bisnis syariah visinya ditekankan pada keimanan. Sedangkan misinya adalah
berupa ibadah, jadi setiap aktivitasnya akan selalu bernilai ibadah. Sementara
bisnis konvensional ideologinya adalah komersial dengan misi melakukan
profesionalisme dalam produksi. sederhananya, bisnis syaraiah untuk mengejar
profit diperlukan metode yang sesuai dengan syariah.
Tabel
3. Paradigma Bisnis Syariah dan Konvensional
SYARIAH
|
KONVENSIONAL
|
|
VISI
|
Iman
|
Ideologi
Komersial
|
MISI
|
Amal/ Ibadah
|
Profesionalisme
Dalam Produksi
|
METODOLOGI
|
Syariah
|
Common
Management Practice
|
Sumber : Riyanto Sofyan, 2013
Inti
diagram diatas, visi sebagai perwujudan nilai keimanan dalam ideologi komersial
tersebut. Contoh menjadi world class Hotel yang rohmatan lil’alamin. Misinya
melalui perwujudan da’wah ibdah, dan amal sholeh, dengan membuat produk yang
sesuai dengan ketentuan syariah yang disukai orang banyak, secara tidak
langsung menjadi perwujudan menyeru kepada kebaikan dan amal sholeh.Jadi
menjalankan bisnis dengan nilai etika tertentu. Misalnya sekarang yang juga
sedang berkembang adalah green business, bisnis yang ramah lingkungan.Demikian
pula bisnis syariah dijalankan dengan sangat memperhatikan nilai etika dan
keimanan dalam islam.
Tabel
4. Perbandingan Pariwisata Syariah dengan lainnya.
No
|
Item Perbandingan
|
Konvensional
|
Religi
|
Syariah
|
1
|
Obyek
|
Alam, budaya, Heritage, Kuiner
|
Tempat Ibadah, Peninggalan Sejarah
|
Semuanya
|
2
|
Tujuan
|
Menghibur
|
Meningkatkan Spritualitas
|
Meningkatkan Sprituaitas dengan cara menghibur
|
3
|
Target
|
Menyentuh kepuasan dan kesenangan yang berdimensi nafsu,
semata-mata hanya untuk hiburan
|
Aspek spiritual yang bisa menenangkan jiwa. Guna mencari
ketenangan batin
|
Memenuhi keinginan dan kesenangan serta meumbuhkan kesadaran
beragama
|
4
|
Guide
|
Memahami dan menguassai informasi sehingga bisa menarik wisatawan
tterhadap obyek wisata
|
Menguasai sejarah tokoh dan lokasi yang menjadi obyek wisata
|
Membuat turis tertarik pada obyek sekaligus membangkitkan spirit
religiutas wisatawan. Mampu menjelaskan fungsi dan peran syariah dalam bentuk
kebahagiaan dan kepuasan batin dalam kehidupan manusia.
|
5
|
Fasilitas Ibadah
|
Sekedar pelengkap
|
Sekedar pelengkap
|
Menjadi bagian yang menyatu dengan obyek pariwisata, ritual
ibadah menjadi bagian paket hiburan
|
6
|
Kuliner
|
Umum
|
Umum
|
Spesifik yang halal
|
7
|
Relasi dengan Masyarakat dilingkungan Obyek Wisata
|
Komplementar dan Hanya untuk keuntungan materi
|
Komplementar dan Hanya untuk keuntungan materi
|
Integrated, interaksi berdasar pada prnsp syariah
|
8
|
Agenda Perjalanan
|
Setiap Waktu
|
Waktu-waktu tertentu
|
Memperhatikan waktu
|
Sumber: Dr. Ngatawi Al Zaztrow, 2013[20]
Prinsip
industri pariwisata syariah adalah untuk
semua orang dalam segala bentuk produk pariwisata dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan syariah
C.1.1. Peluang Industri Halal di Indonesia
Menurut
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan BPH DSN MUI, Pariwisata Syariah
memiliki kriteria sebagai berikut:
1.
Berorientasi
pada kemashlahatan umum
2.
Berorientasi
pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan
3.
Menghindari
kemusyrikan dan khurofat
4.
Menghindari
maksiat, seperti zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba dan judi.
5.
Menjaga
prilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan seperti tidak bersikap hedonis dan
asusila
6.
Menjaga amanah,
keamanan dan kenyamanan
7.
Bersifat
universal dan inklusif
8.
Menjaga
kelestarian lingkungan
9.
Menghormati
nilai-nilai sosial budaya dan kearifan
Bila
ke 9 Kriteria diatas di Internalisasikan dalam Usaha penyedia makanan dan
minuman maka seluruh restoran, kafe, dan jasa boga di obyek wisata syariah
harus terjamin kehalalan makanan yang disajikannya, sejak dari bahan baku
hingga proses penyediaan bahan baku dna proses memasknya. Salah satu upaya
pemerintah adalah dengan melakukan sertifikat halal dari LP POM MUI. Namun
untuk standar dasarnya dapat dilihat dari 3 kriteria dibawah:
1.
Terjamin
kehalalan makanan dan minuman dengan sertifikat halal MUI
2.
Ada jaminan
halal dari MUI setempat, tokoh musim atau pihak terpercaya, dengan memenuhi
ketentuan yang akan ditetapkan salanjurtnya.
3.
Lingkungan yang
tejaga baik dari sisi kesehatan dan kebersihan.
Contoh Penyedia
Makanan dan Minuman Halal :
1. Restoran
Halal Padi, Amerika
Dengan konsentrasi komunitas Indonesia tertinggi bermukim di daerah
pantai barat Amerika, ditambah cukup terbukanya warga amerika di daerah ini
akan makanan khas non Amerika, tak heran kalau banyak restoran Indonesia yang
berkembang, terutama di negara bagian California. Padi adaah restoran indoesia di Barkeley, tak
jauh dari kota San Fransisco. Restoran ini menyajikan menu Indonesia halall.
Sang Pemilik Jummy sujanto menyebutkan restoran ini dibuat untuk membidik warga
Amerika setempat dengan menawarkanmasakan halal berkualitas cepat saji.
2. Restoran
halal di Korea
Meningkatnya kunjungan turis muslim di Korea membuat banyak
restoran di negara itu yang mulai menyediakan makanan halal. Berdasarkan buku Restaurant
Guide for Muslim Visitors to Korea terbitan Korea Tourism Organization
terdapat sejumlah restorna yang menyediakan makanan khas korea yang halal.
diantaranya adalah Libok, Pulhayanggi dan Balwoo Gongyang.[21] Balwoo
gongyang adalah salah satu restoran korea yang terkenal dengan menu vegetarian.
Sehingga semua makan yang berada disana terjamin kehalalannya karena kebanyakan
berbahan dsar sayuran. Balwoo gongyang berlokasi di Gyeonji-dong, Jongno gu,
Seoul.
Melihat
kondisi ekonomi di Asia yang diperkirakan akan terus mengalami lonjakan, plus
dengan potensi jumlah penduduk khususnya di kawasan Indonesia dan Malaysia,
potensi makanan halal berkembang menjadi industri akan semakin besar.Penilaian
ini diungkapkan Mohd Fuad Mohd Saleh PhD, ia melihat potensi bisnis yang cukup
besar jika kedua negara bekerjasama dalam bisnis makanan halal tersebut.
Apalagi mengingat besarnya konsumsi di tingkat lokal maupun regional. Dengan
mengacu pada besarnya pendapatan pada industri makanan, Mohd Fuad Mohd Saleh
juga menilai adanya peluang yang sangat besar pada industri halal (halal industri)[22]
.
C.1.2. Analisa Segmentasi Pasar Wisatawan (Moslem or Non Moslem)
Untuk
bisa mengetahui segmentasi pasar dari wisata syariah terlebih dahulu kita harus
mengenal karakter wisatawan potensial bagi industri halal ini. Data dan survey yang rinci dan valid mengenai
hal ini masih sulit didapat dari otoritas tourism seperti Worl Travel &
Tourism Council (WTTC) tetapi secara garis besar berdasarkan salah satu
praktisi wisata syariah Riyato Sofyan, dapat dikategorikan menjadi empat (4)
karakteristik yang berbeda, yaitu:[23]
·
Middle East
(timur Tengah). Wisatawan
dari kawasan ini lebih menyukai wisata alam dan rehat diresort. Mereka lebih
banyak menghabiskan waktunya dipegunungan, pantai dan spa. Wisata belanja
(shopping) dan kuliner timur tengah termasuk yang harus tersedia dalam paket
wisatanya. Hote bintang 4 dan 5 sealu menjadi pilihan utama atau full service
apartement. Biasanya selama liburan mereka membawa keluarga besarnya, dan
jangka waktunya biasanya cukup lama. Karakternya tidak mau repo, semua harus
ditangani tour operator.
·
Asia Tenggara. Wisatawan dari wilayah ini lebih senang jaan-jalan (sight seeing)
dan belanja. Para wisatawan juga suka paket ziarah jejak Islam, wisata hari
raya qurban, wisata spiritual ke lokasi peninggalan sejarah islam seperti
masjid dan lainnya. Juga gemar mengikuti pengajian yang dibawakan ulama ternama
seperti Aa Gym, ysusuf Mansur. Namun demikian mereka juga menyukai oaket wisata
alam, terutama yang mendukung gaya hidup islami mereka.
·
China dan
India. Kalangan wisatawan muslim dari
wilayah ini juga suka melakuan sight seeing dan shopping. Juga paket wisata
heritage, wisata aam, wisata ziarah jejak islam hingga komunitas Islam dinegri
yang dikunjungi.
·
Amerika dan
Eropa. Wisatawan muslim atau non muslim
dari eropa biasanya berasal dari jerman, prancis, Inggris, turki dan Rusia.
Hampir mrip dengan wisatwan dari china danIndia, mereka tipe yang gemar sight
seeing tapi cenderung lebih untuck memahami budaya, ketimbang foto-foto.
Shopping produk lokal, wisata alam, wisata ziarah serta komunitas Islam. Juga
wisata laut dan gunung yang berbau petualangan sangat mereka gemari.
Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan
muslim sebenarnya tidaklah sulit. Secara sederhana bisa dibagi 3 tingkatan
yaitu:[24]
1.
Need to have, ini biasanya berupa kebutuhan akan makanan dan minuman yang
terjamin kehalalannya baik bahan dan dapur yang digunakan yang dijamin oleh
otoritas ulama setempat serta ketersidiaan penunjuk arah sholat serta srana
tempat shlat yang suci dan layak.
2.
Good to have. Ini berupa ketersidiaan kamar kecil yang menggunakan air mengalir
untuk bersuci jug adanya layanan yang mendukung pelaksanaan ibadah puasa
seperti tersedianya makan sahur dan puasa saat momen ramadhan.
3.
Nice to have. Yaitu seperti lingkungan yang bebas maksiat, seperti judi, poker,
berjemur dengan bikini dialam terbuka serta aktivitas lain yang tidak melanggar
syariah.
Dari penjelasan diatas, dapat
dilihat pertimbangan terhadap makanan halal menjadi isu utama bagi wisatawan
muslim. Dalam survey yang dilakukan crescentrating terhadap wisatawan muslim.
Ketika diajukan pertanyaan “secara keseluruhan, apa yang paling penting bagi
anda saat bepergian untuk wisata?”. Lebih dari 60 % menjawab makan halal,
diikuti oleh harga secara keseluruhan sebesar 53 %, paket pengelolaan muslim Friendly
49% dan Hotel Syariah 37%.[25]
C.2. Sintesa Industri Halal dalam Wisata Syariah dan Konvensional
Secara
Bahasa, sintesa berarti Sintesis, berasal dari bahasa Yunani (syn = tambah dan
thesis = posisi) yang biasanya berarti suatu integrasi dari dua atau lebih
elemen yang ada yang menghasilkan suatu hasil baru. Istilah ini mempunyai arti
luas dan dapat digunakan ke fisika, wikipedi, dan fenomenologi. Dalam dialektik
sintesis adalah hasil akhir dari percobaan untuk menggabungkan antara thesis
dan antithesis. (id.wikipedia.com) Sedangkan menurut pengertian lain Sintesa :
Perpaduan dua atau lebih unsur kebudayaan yang berbeda dalam kaijain ilmu
social.
Mengacu
pada penjelasan diatas, berarti bagaimana mengintegrasikan antara wisata
syariah dan konvensional dalam hal ini difokuskan pada industri halal. Pada
hakiaktnya dalam Islam halal itu jelas dan haram juga jelas dan diantara
keduanya adalah syubhat (ragu-ragu). Dan keraguan adalah hal yang dihindari bagi
seorang muslim. Namun kita juga tak boleh menutup mata perkembangan wisata
konvensional lebih dulu berkembang ketimbang wacana wisata syariah. Selama
orientasi bisnis itu adalah falah yaitu kesejahteraan yang holistik, individual
maupun sosial, dunia maupun akhirat.
Namun pada prakteknya Indonesia
sudah lama menerapkan wisata syariah terutama dari ketersidiaan produk pangan
yang halal. Hal itu sudah tercermin nyata dari gaya hidup masyarakat Indonesia
yang mayoritas muslim. Namun factor sosislaisasi dan promosi menjadi oin minus
disini. Belajar dari Bali dimana pulau tersebut sangat minim penduduk
muslimnya,tapi malah menjadi tujuan wisata utama wisatawan muslim di Malaysia.
Artinya disini Bali unggul dari sisi brand, promosi dan sosialisasi yang sudah
mendunia. Dengan adanya kunjungan wisatawan muslim, para praktisi wisata disana
langsung merespon dengan menyediakan layanan yang mereke butuhkan. Pola serupa
juga terjadi di Thailand, Jepang dan Negara minoritas Muslim lainnya.
Artinya dalam pengembangan wisata
syariah terutama produk pangan halal, kita harus banyak belajar dari konsep
wisata konvensional terutama dalam hal promosi, paket wisata dan layanan.
Lombok katakanlah, secara alam lebih unggul, alami dan indah dari bali, secara
budaya jauh lebih islami. Namun karena kurangnya promosi, jumlah wisatwan yang
berkunjung disini juga masih minim. Di Bali umat hindu mampu menjadikan tradisi
dan ritual agamanya sebagai daya arik wisatwan asing. Pertanyaannya kenapa
daerah lain yang mayoritas muslim tak mampu menjadikan rutinitas keislamannya
sebagai daya tarik wisata. Hal inilah yang harus sama-sama kita benahi,
Indonesia waaupun mayoritas beragama Islam namun hanya sedikit yang menerapkan
gaya hidup Islami. Gaya hidup kebarat-baratan, Korea Waves dan lain sebagainya
malah membuat citra Indonesia dipandang sebelah mata.
Maka
dari itu dengan mengusung tema wisata Syariah, mari kita kembali menerapkan
gaya hidup islami yang sesuai dengan tuntunan syar’i, disamping tetap menjaga
keluhuran budaya lokal. Sehingga Indonesia benar-benar mampu menyajikan suguhan
wisata islam yang terintegarsi total dari produk pangan, lingkungan, dan ritual
ibadah dalam kehidupan sehari - hari. Bila prilaku gaya hidup islami ini sudah
tercermin dalam sanubari 87% masyarakat Indonesia yang Muslim, maka bentuk
promosinya pun akan mudah. Tak perlu banyak konsep, yang penting jelas dan
terukur antara potensi dan segmentasi.
Selain
itu konsep sadar wisata juga harus didukung oleh edukasi terhadap wisatawan
untuk menghargai budaya lokal dan keasrian alam. Di Indonesia dengan beragam
potensi wisata alam, banyak dari para petualang yang memnag sengaja tidak mau
mempromosikan suatu destinasi wisata, demi menjaga kelestarian budaya dan
keindahan alamnya.
C.2.1. Keunggulan Produk Pangan Halal dibanding Non Halal
Dalam
Alquran disebutkan:
“Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Al Baqoroh 168)
Ayat
diatas mengisyaratkan kepada muslim bahwa makanan yang layak dikonsumsi adalah
yang halal dan thoyyib saja. Artinya yang baik, berasal dari bahan yang baik,
proses yang baik , pengolahan yang baik hingga tata cara konsumsi yan baik. Hal
ini secara simultan akan menjaga kesehatan dan stabilitas psikologi seseorang
untuk menghargai, bersikap yang baik-baik saj, sehingga tercipta masyarakat
yang harmonis berbeda dengan produk haram. Alkohol, babi, darah dan
penyembelihan binatang bukan dengan nama Allah adalah beberapa bahan dan proses
yang menjadikan produk pangan itu haram. Secara logika umum saja, semua akan
setuju bahwa alkohol itu tidak baik bagi umat manusia karena ada kecenderungan
yang merusak yang sangat dilarang oleh agama dan norma social. Itulah diantara
bebrapa keunggulan produk halal dari sisi medis dan social.
Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 Tentang Label dan
iklan pangan, Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan
yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut
bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong
lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan
iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan
hokum agama Islam.
Dari
sisi ekonomi. Bagi konsumen, terutama konsumen muslim, keuntungan dari produk yang bersertifikat halal adalah menjaga
keamanan dan ketenangan batin dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk
tersebut. Mendapat kepastian dan jaminan halalnya suatuu produk yang ia
konsumsi. Sertifikat halal memberikan keuntungan bagi semua konsumen, termasuk
non muslim, karena halal tidak saja berarti kandungannya halal namun juga
diproses dengan cara yang ber-etika, sehat dan baik.
Bagi
produsen apabila produknya telah bersertifikat halal Halal adalah salah satu
bentuk kewajiban sosial dan dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas
konsumen. Sertifikat halal membuka peluang eksport yang luas, produk yang telah
bersertifikat halal memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan
perusahaan pangan lainnya.
Sertifikasi
halal diperlukan untuk memproduksi produk-produk untuk konsumen produk halal
yang saat ini mencakup konsumen muslim dan juga non-muslim yang ingin menjaga
kesehatannya dengan menjaga makanannya. Saat ini terdapat 1,4 milyar penduduk
muslim dan jutaan konsumen non-muslim lainnya yang memilih untuk mengkonsumsi
produk halal. Dengan mensertifikasi kehalalan produk, produk tersebut mendapat kesempatan
untuk menembus pasar pangan halal yang diperkirakan bernilai sekitar 150 hingga
500 milyar USD.Logo halal merupakan tiket diterimanya produk dalam komunitas
konsumen halal di seluruh dunia.
Secara singkat,
keuntungan memperoleh sertifikat halal adalah:[26]
1.
Kesempatan
untuk meraih pasar pangan halal global yang diperkirakan sebanyak 1,4 milyar
muslim dan jutaan non-muslim lainnya.
2.
Sertifikasi
Halal adalah jaminan yang dapat dipercaya untuk mendukung klaim pangan halal.
3.
100% keuntungan
dari market share yang lebih besar: tanpa kerugian dari pasar non-muslim.
4.
Meningkatkan
marketability produk di pasar/negara muslim.
5.
Investasi
berbiaya murah dibandingkan dengan pertumbuhan revenue yang dapat dicapai.
6.
Peningkatan
citra produk.
C.2.2. Prospek Industri Halal bagi Ekonomi Indonesia
Menurut
Tajudin Pogo, besarnya pangsa pasar di industri makanan halal memproyeksikan
adanya keuntungan pada perkembangan industri tersebut. Tetapi tidak serta merta
dapat dijalankan dengan mudah. Dalam bisnis, termasuk industri makanan halal
ada tantangan didalamnya. Belum lagi, industri makanan halal dihadapkan pada
kompetitor dari negara-negara kapital yang cukup besar seperti New Zealand dan
Australia serta beberapa negara lainnya. Dimana negara-negara maju tersebut
telah menggaet sebagian besar pasar di banyak negara.
Untuk
itu, perlu adanya strategi dalam mengembangkan industri makanan halal itu.
Paling tidak harus ada beberapa unsur yang dipenuhi dalam mengupayakan
percepatan pengembangan industri makanan halal, antara lain: industri,
pemerintah, lembaga sertifikasi, dan akademisi yang berperan aktif dan membuat
kerjasama yang baik dengan industri. [27]
Diantara
prosepek industri halal diindonesia yang patut dikembangkan adalah:
1. Restoran dan
Wisata Kuliner Halal
Berdasarkan data dari dakwatuna.com hingga
akhir tahun 2013 terdapat 32 restoran halal yang sudah tersertifikasi MUi
Pusat. [28]Semuanya
rata-rata adalah restoran besar yang memilki cabang yang cukup banyak didaerah.
Peran restoran dan wisata kuliner ini memliki urgensi, karena unit usaha bisnis
inialah yang menjadi tombak dari industri halal, terutama produk pangan yang
bersifat makanan sehari-hari. Secara garis besar peluang pasar di unit usaha
ini ada 2 yaitu makann pokok harian dan makanan sampingan yang sifatnya
tambahan.
Wisata kuliner lebih cenderung masuk
dibidang pasar yang kedua, yang dijual adalah keunikan dari segi bentuk dan
cita rasa yang membuat wisatwan penasaran. Hal ini tentu sudah sangat banyak di
Indonesia, dengan adanya labelisasi halal yang didukung pemerintah tentu pangsa
pasar akan bertambah. Sedangkan untuk kategori restoran lebih masuk pada segmen
pasar yang pertama. Tak perlu unik dank has yang penting sesuai kebutuhan
konsumen, seperti restoran timur tengah untuk wisatawan timur tengah dan
restoran padang untuk wsiatwan dari Malaysia yang berkunjung di bali.
2. Supermarket
Halal
Dewasa ini tumbuh subur beragam
pusta perbelanjaan baik dari kategori yang besar seperti Carrefour, Giant dan
Lotte Mart hingga Minimarket seminsal Alfamarat dan Indomaret. Hal menunjukkan
indikasi bahwa sikap konsumsi akna kebutuhan sehari0hari masyarakat Indonesia
banyak diserap oleh pusat perbelanjaan tersebut. Namun hendaknya pembeli juga
harus lebih teliti dan cermat terutama dalam memilah dan melilih produk jelas
kehalalnnya.
Hingga saat ini, masih sedikit took
berlabel halal yang hanya menjajkan produk halal. Jadi tak akan ditemukan
alcohol atau barang haram lainnya. Sebuah toko disebut halal apabila semua
produk yang dijualnya dalah produk yang bersetifikat halal, termasuk juga
prosesnya, aik dari perhitungan dan transkasi keungan yang berlandasakn
syariah. Misalnya menjunjung nilai kejujuran, mengedepankan transparansi yang
dilandasai akuntabilitas yang professional.[29]
3. Kawasan
Industri Halal
Salah satu Penunjang bagi
pengembangan Industri halal di tanah air adalah bagaimana diwujudkan sebuah
kawasan khusus semacam OVOP yang menangani industri halal. Hal ini penting
sebagai upaya menggali dan mengembangkan potensi wisata syariah secara luas. Di
Malaysia sejak tahun 2004 telah mengembangkan kawasan khusus yang menampung
berbagai industri bersertifikasi halal. Hal senada juga telah dilakukan Uni Emirat
Arab (UEA). Saat ini otoritas Dubai sedang membangun dan mengembangkan sebuah
kawasan industri halal dilahan seluas lebih dari 100 hektar. Kawasan ini khusus
untuk menampung semua industri yang berserfikasi halal. Kawasan tersebut juga
akan dilengkapi dengan perlngkapan canggih dan modern, dari pengolahan, hingga
jadi produk siap pakai. Dari packaging hingga proses sertifikasi halal
dilakukan dalam satu atap.[30]
Sedangkan di Indonesia kini Dirjen
Pemasaran dan Pengembangan Industri, kementrian Indusri sedang menyiapkan
konsep pengembangan kawasan industri halal di Indonesia bekerja sama dengan
MUI. Dilihat dari segi apapun seharusnya Indonesia dapat berkkembang lebih
cepat dalam mengembangkan industri halal
tersebut. Semua tergantung political will pemerintah. Sindrom yang
banyak berkembang dimasyarakat adalah sesuatu yang berbau syariah atau halal
malah memuat hal itu itudak laku.
Padahal menurut wapres jusuf kalla labelisasi hala sudah terbukti
semakin memberikan ketentraman dan kenyamanan kepada public dan wisatawan. Di negara
muslimnya minoritas seperti Thailand Singapura, Jepang, hongkong, perhatian
terhadap wisata halal begitu besar. Sehingga mereka dapat maju dan berkembang
dengan mengmbnagkan industri tersebut.
Kesimpulan
Perkembangan
Industri halal sejak milenium kedua kini tak lagi hanya menjadi konsumsi
masyarakat muslim saja, tetapi sudah menjadi isu global karena di banyak negara
maju di Asia, Australia, Eropa dan Amerika, telah mengkonsentrasikan diri pada
bidang wisata halal, khususnya produk pangan halal. Hukum halal pada makanan,
dalam Islam tidak hanya sekedar doktrin agama, tetapi justru menjamin makanan
tersebut sehat dan aman yang secara ilmiah masuk akal (scientifically sound).
Di
Indonesia saat ini indeks kesadaran produk halal yang berkisar 70% pada 2009
meningkat menjadi 92% pada 2010, serta jumlah produk bersetifikat halal naik
100% dalam kurun waktu 2009-2010 (LPPOM-MUI). Bahkan sejak Juni 2011 silam Indonesia
telah memproklamirkan diri sebagai Pusat Halal Dunia. Deklarasi tersebut
sejalan dengan peran LPPOM MUI yang antara lain mendesain dan menyusun Sistim
Sertfikasi Halal (SH) dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diadopsi lembaga-lembaga
sertifikasi luar negeri. Maka sejak itu LPPOM MUI menjadi pelopor dalam
Sertifikasi Halal dan Sistem jaminan Halal secara Internasional, dimana persyaratan
tentang sertifikasi halal tertuang dalam buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur
dan Kriteria) yang secara ringkas ada 11 hal yang patut diperhatikan guna
mendapatkan SJH (Sertfikat Jaminan Halal) yaitu: Kebijakan Halal, Tim Manajemen
Halal, Pelatihan dan Edukasi, Bahan yang Halal, Merk Produk, Fasilitas Produksi,
Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis, Kemampuan Telusur (Traceability),
penanganan Produk yang tidak memenuhi kriteria, Audit internal dan Evaluasi
Manajemen.
Seiring dengan itu pergantian
presiden dan pemerintahan pada tahun 2014 lalu memiliki concern yang tinggi
pada pengembangan industri pariwisata nasional.
Presiden Jokowi menekankan ada empat sektor yang menjadi prioritas
diantaranya adalah kemaritiman, ketahanan pangan, energi terbarukan dan
pariwisata. Dengan adanya pariwisata menjadi fokus dari pemerintahan Jokowi
secara tidak langsung pariwisata syariah masuk dalam progam dan visi
pembangunan pemerintah. Menurut mantan wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Kemenparekraf) Sapta Nirwandar, Indonesia memiliki peluang besar, baik
dari segi ketersediaan pasar dan ketersediaan sumber daya yang akan
dikembangkan. Peluang
inilah yang saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh pelaku
industri syariah di Indonesia.
Referensi
Al-Quranul Karim
Ahmad Sapudin, Fajar, Adi dan
Sutomo. 2014. Analisis Perbandingan Hotel Dan Pariwisata Syariah Dengan
Konvensional. Maklah EMS MB IPB.
Basuki Antariksa. 2011. Peluang Dan
Tantanganpengembangan Kepariwisataan Di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kepariwisataan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Dr. Ngatawi Al Zaztrow. 2013. Konsep
Dasar Wisata Syariah. Dipresentasikan dalam Pendidikan Dan Pengembangan Sdm
Wisata Syariah di Unipdu Jombang
Drs.H.Oka A dan Yoeti, MBA.1996.
Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa.
Heri Sucipto & Fitria Andayani.
2014. Karaktek, Ptensi, Prospek dan tantangannya WIsata Syariah. Grafindo Book
Media Jakarta
Peraturan Menteri Pariwisata Dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesianomor 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah
Riyanto Sofyan,
2013. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta. Buku Republika
State of The
Global Islamic Economy 2013 Report, Thomson Reters 2013.
Sucipto, Peluang Wisata Syariah,
Republika 11 Agustus 2014.
Twaigey S. And Spillman D. 1989. An
Intorduction to Muslim Dietary Laws. Food Technology.
Yaakob b. Che Man. 2008. Analysis of
consumer products for halal authentication, International Halal Certification Dialogue,
28-28 October 2008, KLCC, Kuala Lumpur. Universiti Putra Malaysia. Dikases dari
http://www.hdcglobal.com.
Internet:
Lady Yulia. 2015. Gaya Hidup Halal
Kian Mendunia. Mirajnewscom. Diakses Februari 2015.
Halal
Lifestyle. http://bimasislam.kemenag.go.id diakses 2 Februari 2015
Maul. 2014. Masjid Sebagai Poros
Wisata Syariah di Jakarta. http://jakarta.kompasiana.com diakses 2 Februari
2015
I Made Ashdiana. 2015. Inilah 9
Destinasi Syariah di Indonesia. Travel.kompas.com diakses Jan 2015
Korea Street
guide – Halal Koren Food, halalmedia.net diakses Februari 2015
Repubilka.co.id
Prospek Wisata Halal Di Indonesia diakes 2 Februari 2015
Cresecentrating.com diakses 27
Januari 2015
Republika.co.id diakses 2 Februari
2015
www.halalguide.info diakses 3 Februari
2015
www.halalmui.org diakses tanggal 2
Februari 2015
Dagangasia.net 2011
travel.okezone.com, 2014
dinarstandard.com
Parekraf.go.id, 2014
[1]Basuki
Antariksa. 2011. Peluang Dan Tantanganpengembangan Kepariwisataan Di Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata
[2]
Ibid
[3]
Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesianomor 2
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah
[4]Drs.H.Oka A dan Yoeti,MBA.1996.Pengantar
Ilmu Pariwisata.Bandung : Angkasa.
[5]
travel.okezone.com, 2014
[6]
Maul. 2014. Sinergisitas Antar Masjid Sebagai Poros Wisata Syariah di Jakarta. http://jakarta.kompasiana.com
[7] I
Made Ashdiana. 2015. Inilah 9 Destinasi Syariah di Indonesai. Travel.kompas.com
daikses Januari 2015
[8]
Parekraf.go.id, 2014
[9]
Ahmad Sapudin, Fajar, Adi dan Sutomo. 2014. Analisis Perbandingan Hotel Dan
Pariwisata Syariah Dengan Konvensional. Maklah EMS MB IPB.
[10]State
of The Global Islamic Economy 2013 Report, Thomson Reters 2013.
[11]
Sucipto, Peluang Wisata Syariah, Republika 11 Agustus 2014.
[12]
Twaigey S. And Spillman D. 1989. An Intorduction to Muslim Dietary Laws.
Food Technology hal 88-90
[13]
Yaakob b. Che Man. 2008. Analysis of consumer products for halal
authentication, International Halal Certification Dialogue, 28-28 October
2008, KLCC, Kuala Lumpur. Universiti Putra Malaysia. Dikases dari http://www.hdcglobal.com.
[14]
Dagangasia.net 2011
[15]
Lady Yulia. 2015. Gaya Hidup Halal Kian Mendunia. Mirajnewscom. Diakses
Februari 2015.
[16]
Halal Lifestyle. http://bimasislam.kemenag.go.id
diakses 2 Februari 2015
[17]
Halalmui.org diakses tanggal 2 Februari 2015
[18]
Hery Sucpto dan Firia Andayani. WIsata Syariah. Hal 313-314
[19]
Riyanto Sofyan, 2013. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Buku Republika Hal 52
[20]
Dr. Ngatawi Al Zaztrow. 2013. Konsep Dasar Wisata Syariah. Dipresentasikan
dalam Pendidikan Dan Pengembangan Sdm Wisata Syariah di Unipdu Jombang
[21]
Korea Street guide – Halal Koren Food, halalmedia.net diakses Februari 2015
[22]
Repubilka.co.id Prospek Wisata Halal Di Indonesia diakes 2 Februari 2015
[23]
Riyanto Sofyan, 2013. Prospek Bisnis PAriwista Syariah. Buku Republika Hal 44
[24]
Cresecentrating.com diakses 27 Januari 2015
[25]
Ibid 18
[26]www.halalguide.info
diakses 3 Februari 2015
[27]www.Republika.co.id
diakses 2 Februari 2015
[28]www.dakwatuna.com diakses 3 februari 2015
[29]Heri
Sucipto & Fitria Andayani. 2014. Karaktek, Ptensi, Prospek dan tantangannya
WIsata Syariah. Hal 217
[30]Ibid
hal 218
Patut diapresiasi tulisan ini, saya harap ini diterbitkan di jurnal internasional yang terindeks scopus. Bagaimana jika kita kolaborasi untuk hal tersebut. lebih lanjut bisa kita diskusikan melalui email : hisamahyani@gmail.com
BalasHapus