Catatan Kuliah 27 Juni 2015
Bersama Dosen: Dr. Irfan Syauqi Beik, SP, MSc
Perbedaan Pasar Uang dan Pasar Modal :
1. Produk Pasar uang bersifat jangka pendek <270 hari
dengan produk utama sertifikat deposito, tabungan, SBI, dan commercial Paper.
Pasar modal bersifat jangka panjang dengan produk obligasi, reksa dana dan
saham.
2. Otoritas tertinggi pasar uang adalah BI, sedangkan Pasar
Modal adalah Departemen Keuangan.
3. Pasar Modal ada pasar sekundernya, sedangkan pasar uang
tidak selalu ada.
4. Pasar uang ada diantara bank, sedangkan pasar modal
terjadi di bursa efek.
5. Pasar modal memiliki produk turunan opsi, warrant, dan
right, sedangkan pasar uang hanya memiliki turunan produk reksa dana.
6. Produk kedua pasar berbeda dalam hal return dan
resikonya, Pasar uang resiko nya rendah dengan return yang rendah, sedangkan
pasar modal resikonya tinggi dengan return yang tinggi pula.
Sumber:
Bisnis Indonesia Online
Ada 3 Jenis bunga:
1.
Suku bunga tabungan
2.
Suku bunga kredit
3.
Suku bunga BI (BI Rate).
Secara teori BI rate harusnya paling rendah, tai dalam
prkteknya selalu berada ditengah, diatas bunga tabungan dan dibawah bunga
kredit.
Perbedaan obligasi dan saha, Beberapa perbedaan pokoknya
adalah :
SAHAM:
1.
Tanda bukti kepemilikan
perusahaan
2.
Jangka waktu tidak terbatas
3.
Pemegang saham memperoleh
penghasilan disebut dividen dengan frekuensi tidak menentu
4.
Dividen dibayar dari laba
perusahaan, potensi laba perusahaan sulit ditaksir
5.
Dari sisi perpajakan,
dividen merupakan abgian laba perusahaan setelah dikenai pajak
6.
Harga saham sangat
fluktuatif dan sangat sensitif terhadap kondisi makro dan mikro
7.
Pemegang saham memiliki hak
suara pada perusahaan (RUPS)
8.
Jika terjadi likuidasi
(pembubaran perusahaan) maka pemegang saham memiliki klaim yang inferior
(kebagian sisa-sisa hasil pembubaran).
OBLIGASI
1.
Merupakan bukti pengakuan
utang
2.
Jangka waktu terbatas, hari
jatuh tempo ditentukan
3.
Tingkat bunga dan periode
pembayaran telah ditetapkan
4.
Baik perusahaan untukng
maupun rugi bunga dan pokok pinjaman wajib dibayar
5.
Bunga obligasi terlebih
dahulu dikeluarkan sebagai biaya sebelum pajak diperhitungkan
6.
Harga obligasi relatif
stabil namun sensitif terhadap tingkat bunga dan inflasi
7.
Pemegang obligasi tidak
memiliki hak suara pada perusahaan
8.
Jika terjadi likuidasi
(pembubaran perusahaan) pemegang obligasi memiliki klaim terlebih dahulu
terhadap assets perusahaan.
Saat ini di Indonesia saham ditransaksikan oleh Perusahaan
Efek melalui bursa efek dan sudah mencapai nilai transaksi harian yang cukup
tinggi sehingga terbentuknya harga saham sudah relatif wajar dan teratur karena
mekanisme transaksinya berupa lelang (baca konten lain dalam blog ini).
Sedangkan obligasi sebagian besar ditransaksikan lewat OTC sehingga pembentukan
harganya belum transparan.
sumber: http://bisnisbermoral.blogspot.com/2008/03/perbedaan-saham-dan-obligasi.html
Di Indonesia baru ada 3 Bank Syariah yang nerbitin Obligasi:
Muamalat, BSM dan BNI Syariah
Syarat Perusahaan Boleh Listing di JII (Jakarta Islamic
Index)
1.
Objek Dagang harus halal
2.
Non halal income maksimal
10%
3.
Proporsi Hutang di bank
konvensional maksimal 45 %
Menurut Dosen kita pak Syauqi Beik yang juga merupakan
anggota DSN MUI, Angka 45%, bukan berasal dari perhitungan ilmiah dan
kuantitaif etcc, tapi berasal dari hasil diskusi dimana berdasarkan hitungan
dasar aja bahwa hutang di bank Syariah harus lebih besar, jadi dana haramnya harus lebih kecil dari
dana halalnya. Memang belum ideal, karena sangat syubhat, tapi kita juga harus
jujur melihat bahwa produk bank syariah saat ini belum banyak yang mampu
menyerap kebutuhan korporasi.
Market share perbankan syariah ditahun ini (2015) turun dari 4,5 % menjadi 3,9% akibat
tingginya tingkat NPF (Non Performing Financing) di beberapa bank
Syariah utama seperti BSM, BMI yang menguasai 60% parsa pasar perbankan syariah
di Indonesia. Namun secara umum juga, tren positif perbankan syariah juga
menurun. BSM NPF nya 7% ditahun 2014. Karena itu direksi BSM sekarang banyak
diganti dan kebanyakan berasal dari Bank Mandiri Konvensional. Termasuk di
Muamalat juga banyak pergantian direksi, dan perubahan manajemen. namun kebanyakan
direksi baru diambil dari pihak konvensional dari pihak eksternal bukan dari
internal bank muamalat yang lebih paham syariah. Dan Kabar yang patut di awasi
dan dikoreksi oleh akademisi adalah arah penegmbangan muamalat yang ditahun
2015 ini yang cenderung ingin lebih fokus dipasar valas. Yang tentunya sangat
rentan dalam pelanggaran nilai-nilai syariah.
Dosen kita, Bapak Syauqi Beik juga mengingatkan “Jangan
bermain-main dengan akad syariah”. Contoh seperti kasus talangan dana haji BSM
dengan 2 ujrah yang berasal dari proses administrasi diawal dan angusaran
talangan haji. Produk muhallil syariah seperti ini cenderung biasanya akan
keluar lagi dalam bentuk lain, inilah prilaku perbankan yang harus terus
diawasi. Ada penelitian dari salah satu mahasiswa pak Syauqi beik tentang
nasabah pembiayaan yang tidak mengikuti akad, dimana saat sudah jatih tempo, ia
debitur suka menunda pembayaran dan hasilnya rata-rata usahanya malah menjadi
tidak berkembang.
Sukuk pertama kali pertama kali dikenalkan di Bahrain. Nama
sukuknya adalh sukuk salam. Sukuk dengan akad salam. Ghoror yasir itu masih
50:50, sedangkan ghoror kabir itu 100%. Yang diharamkan dalam islam adalh
ghoror kabiir. Contoh ghoror yasir adalah tak ada yang menjamin kita selamat
saat pulang mengendaria motor/mobil tapi kita bisa meminimalisir dengan
menurunkan resiko dengan taat aturan, ga ngebut dan etc. Ghoror kabir contohnya
kita ingin menghindari maksiat di diskotik, ya susah atuh almost impossible.
Pasar sukuk obligasi di Indonesia telah mengalahkan pasar
perbankan syariah di Indonesia. Market Sharenya sudah lebih dari 10%, sedangkan
asuranis baru 3,3%. Kenapa obligasi sukuk bisa lebih besar karena Negara/
pemerintah berperan besar disini, dimana pemerintah terus menerbitkan sukuk,
kenapa sukuk ini menarik karena aliran dananya untuk produk infastruktur dengan
lapisan pengawasan yang ketat. Peluang korupsinya juga kecil. Dengan Projectnya
yang riil dan pengawasan yang ketat melalui tranprasni dan akuntabilitas data
menjadi dua alasan kuat sukuk berkembang pesat di Indonesia. Sukuk yang dominan
di Indonesia adalah sukuk Negara. Namun indonesia juga merupakan pelopor dalam
menerbitkan sukuk ritel, artinya sukuk tidak hanya accessible bagi korporasi atau
orang/ organisasi berdompet tebal tapi juga accessible untuk semua rakyat
Indonesia.
Ada beberapa perbedaan sukuk dan obligasi konvensional, lihat dalam tebale dibawah ini:
Seperti Bank syariah Indonesia yang awalnya tumbuh dari
rakyat, tak perlu modal besar dan tidak bergantung sama pemerintah seperti
Malaysia. Makanya banyak Negara dunia ketiga yang belajar ke Indonesia. Dan
yang menarik di Indonesia, disini tidak perlu mengubah sistem yang ada walaupun
tujuan nanti diakhir adalah mengubah sistem. Menjadi sistem ekonomi Islam
seluruhnya.
Ada beberapa perbedaan sukuk dan obligasi konvensional, lihat dalam tebale dibawah ini:
dikutip dari: https://kiamifsifeui.files.wordpress.com |
Proses Penerbitan Sukuk.
ada 3 pihak yaitu:
SPV (Spesial Purpose Vehicel), dalam konteks sukuk negara
SPV nya adalah perusahaan Penerbit SBSN (Surat Berharga Syariah Negara)
Pemerintah punya asset yang akan diunderlyingkan, aset
dajukan ke SPV untuk diterbitkan sukuk obligasi, lalu SPV menawarkannya ke
Investor.
Sukuk Ritel RR 007 pertama di Inonesia terbit februari Sampai
bulan maret 2015. Nilainya yaitu 22 trilliun. Diterbitkan untuk pembangunan
infrastruktur. Seperti Sukuk ritel 006 untuk membuat jalur tol Cirebon-Kroya. Dari
sini kita bisa melihat bahwa sukuk ternyata fungsinya bukan hanya untuk
menambal defisit APBN, tapi juga disalurkan untuk projek rill yang produktif.
Namun yang masih perlu dibenahi sekarang
adalah UU tentang perusahaan SPV (Penerbit SBSN), karena selama ini perusahaan
SPV menerbitkan obligasi sukuk berdasarakan SK Mentri Keuangan.
www.docstoc.com - klik gambar untuk memperbesar |
Nah Buy back saat maturidy period (masa
dewasanya pinjamanlah, artinya pinjamannya mau kelar/lunas (ribet amat yah
bikin istilah)), pemerintah akan membeli kembali sertifikat obligasi yang dimiliki
oleh investor, jadi emang dari awal ada klausul buy backnya, jadi mirip ijaroh
muntahiya bittamlik (atau emang kayak gitu #auahpoek). Dan jumlahnya sama
beli lima juta balikin lima juta sesuai dengan tenornya. Nah untuk sukuk non
ritel biasanya dapat diperjualbelikan dipasar sekunder, sukuk ritelpun juga
bisa diperjualbelikan namun jarang. Namun Walaupun sudah diperjual belikan
dipasar sekunder dan sudah berganti kepemilikan namun pada saat tenor selesai
atau sudah jatuh tempo maka sukuk tersebut akan dibei kembali oleh perusahaan
penerbit sukuk, karena sudah ada klausul buyback. Karena itu Negara harus
mengalokasikan dana untuk membeli suskuk ini kembali dan ini dianggarkan di
APBN dan sebagaimana diketahui APBN sumber dana mayoritasnya adalah dari pajak,
bila kurang, pajak meningkat. Jadi mirip instrument kollateral, sertifikat
sukuk hanya berlaku dan boleh diperjual belikan selama projek berjalan, saat
projek selesai berarti sukuk dibeli kembali oleh perusahaan penerbit sukuk, dan
masa berlakuknya selesai, bila ingin ada projek baru maka sukuk barupun akan
diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar