Selasa, 07 Juli 2015

Hybrid Contract (Multiple Akad), Kenapa dibolehkan?



Oleh: Kang Maul
 
Definisi: Hybrid contract adalah suatu kontrak yang menghimpun beberapa kontrak dalam satu kontrak. Al-“Imrani dalam buku Al-Ukud al-Maliyah al-Murakkabah mendefinisikannya “Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih –seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah.– sehingga semua akibat hukum akad-akad tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.”

1. Kenapa Akad Hybrid dibolehkan?

Alasan pertama adalah karena DSN MUI selaku otoritas ulama di Indonesia membolehkan. Ada 3 hadits yang dengan jelas melarang transaksi seperti ini (ada dibawah), namun menurut Agustianto salah satu anggota DSN MUI di blognya menuliskan bahwa larangan itu hanya berlaku kepada dua kasus, karena maksud hadits kedua dan ketiga sama, walaupun redaksinya berbeda. Ulama yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. (Al-‘Imrâni, Al-’uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah). 

Kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkan riba atau menyerupai riba, seperti menggabungkan qardh dengan akad yang lain, karena adanya larangan hadits menggabungkan jual beli dan qardh. Demikian pula menggabungkan jual beli cicilan dan jual beli cash dalam satu transaksi Menurut Aliudin Za’tary dalam buku Fiqh al-Muamalah al-Maliyah al-Muqaran mengatakan “Tidak ada larangan dalam syariah tentang penggabungan dua akad dalam satu transaksi, baik akad pertukaran (bisnis) maupun akad tabarru’. Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil yang memerintahkan  untuk memenuhi (wafa) syarat-syarat dan akad-akad” Dengan demikian, hukum multi akad adalah boleh.

2. Apakah Hybrid Contract Bisa Jatuh Dalam 2 Akad Dalam 1 Transaksi yang Dilarang?

Kontroversi tentang akad hybrid ada beberapa hadits yang dngan jelas melarangnya yaitu: “Rasulullah Saw melarang dua akad dalam satu transaksi[1]. Hadist ini jelas bertentangan dengan pendapat Aliudin Za’tary diatas.  Rasulullah Saw bersabda, “Tidak halal dua syarat yang ada dalam jual beli”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi). Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Mughni berkata, “Dilarang dua syarat dalam satu akad jual beli”.

Menurut hemat penulis, Praktek hybrid Contract lebih didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan semangat inovasi dalam produk keuangan syariah. Dan hal itu sangat rentan untuk bisa jatuh ke dalam praktek yang dilarang seperti praktek jual beli istghlol dan tawarruq. Dan inovasi ini terus berkembang. Namun idealnya dasar pengembangan inovasi tersebut bukan hanya sekedar mencari akad yang sesuai dengan praktek perbakan umum, merubah nama kontrak konvensional dengan akad berbahasa arab, atau hanya sekedar menghindari produk yang haram namun bila prakteknya cenderung lebih dekat ke arah ghoror, tidak jelas transaksinya dan membuka peluang prilaku tadlis maka ia harus tegas dikatakan sebagai haram, dengan mengacu pada asas kehat-hatian saddu dzari’ah. Apalagi dalam hybrid kontrak akibat hokum dari akad-kad berbeda yang disatukan itu menjadi satu kesatuan.     

3. Contoh 2 Akad Dalam 1 Transaski yang jelas Dilarang.

Kasus pertama yang dilarang, adalah menggabungkan akad qardh dengan jual beli sesuai dengan sabda Nabi Saw tentang hal tersebut. “Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman”. (HR. Ahmad)
 Kasus Kedua, bai’al-‘inah, Pendapat ini dikutip dari pandangan Ibnu Qayyim yang menyatakan, bahwa dari 14 penafsiran terhadap hadits bai’atain fi bai’atin (dua akad dalam satu transaksi), penafsiran yang paling shahih adalah bai’ al-‘inah tersebut. Berdasarkan Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwaththa’ berkata, “Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik, ia telah mendapat kabar bahwa Rasulullah Saw melarang dua jual beli dalam satu transaksi.).[2]  
Kasus ketiga yang dilarang, adalah penjual menawarkan dua harga atau beberapa harga kepada pembeli, misalnya, harga barang jika kontan Rp 10 juta, jika cicilan Rp 12 juta, kemudian pembeli menerima (mengucapkan qabul), tanpa terlebih dahulu memilih salah satu harganya, Bentuk jual beli ini dilarang karena tidak jelas harganya (gharar).


[1] (Muslim 3/1565, Nasa’i 7/4674, Ibnu Majah 2/2477)
[2]  (Shahih, HR Tirmidzi No. 1231, Nasa’i No. 4632, Ahmad No. 9582 (2/432), Ibnu Hibban No. 4973 (11/347) dan Al-Baihaqi No. 10.660 (5/343
Agustiantocenter.com
Nevi Hasnita, M. Ag, Konsep dan Bentuk Multi Akad (Hybrid Contract) dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) diakses 6 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar