Oleh:
Hendri Wijaya
EK. 18
Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi keuangan terburuk Republik
Indonesia. Selama periode Sembilan bulan pertama 1998 merupakan periode paling
hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan pada enam bulan
selama 1997 semakin memburuk dalam tempo yang relatif cepat. Bagaikan
efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht
di Thailand ini menjalar menjadi krisis ekonomi, berlanjut menjadi krisis sosial, bahkan hingga krisis politik. Akhirnya pada puncaknya
melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Salah satu faktor yang mempercepat efek bola salju ini di Indonesia
adalah menguapnya kepercayaan masyarakat akibat sikap pemerintah yang
plin-plan, ditambah lagi dengan besarnya hutang luar negeri pemerintah yang
segera jatuh tempo. Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai
$138 milyar dollar, sekitar $72,5 milyar dollar adalah utang jangka pendek
dimana sekitar $20 milyar dollar akan jatuh tempo pada tahun 1998. Sedangkan
pada saat itu cadangan devisa Negara tinggal sekitar $14,44 milyar dollar. Hal
ini semakin diperparah dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
yang pada tahun 1997 berada di level Rp. 4850/dollar menjadi terjun bebas ke
level Rp. 17.000/dollar pada Januari 1998.
Imbas yang amat menyakitkan juga melanda pada industri perbankan
nasional. Nasabah panik akan dananya yang disimpan pada perbankan dan mereka
benar-benar menempatkan kepercayaan pada bank di bawah telapak kaki mereka.
Ketidak percayaan ini mengakibatkan sumber pendanaan bank kosong melompong yang
diperburuk dengan suku bunga kredit yang jauh lebih tinggi ketimbang suku bunga
simpanan nasabah. Akibatnya terjadi negative spread. Bank-bank kala itu
bagaikan gedung kosong semata tanpa isi dan transaksi. Bank-bank konvensional
disuntik dana oleh pemerintah dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam
rangka menyelamatkan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan total dana
sekitar 650 tiliun.
Lain halnya dengan bank-bank konvensional, satu-satunya bank syariah
yang ada dan bertahan ditengah gempuran krisis adalah Bank Muamalat Indonesia.
Meskipun terseok-seok perjalanannya pada saat krisis tersebut tercatat rasio
pembiayaan macet (NPF) lebih dari 60% dan rugi sekitar 100 milyar, setidaknya inilah
satu-satunya bank yang tidak bangkrut dan mampu bertahan bahkan tanpa bantuan
BLBI dari pemerintah. Bank Muamalat sendiri didirikan pada tanggal 1 Nopember
1991 yang dipelopori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah. Bank
ini memulai kegiatan operasional pertamanya pada 1 Mei 1992. Hanya berselang
sekitar 3 tahun sejak pendiriannya, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat
bank devisa dimana pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai
bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia. Hal ini menarik untuk dikaji
dari segi budaya kerja perusahaan yang membawa bank ini mampu bertahan dan
tetap eksis sampai sekarang.
Dalam konteks Bank Muamalat yang ketika itu dipimpin oleh Bapak Dr. (HC)
Riawan Amin, sebagai pemegang tertinggi perusahaan beliau mulai merubah dan
membangun paradigma berpikir baru yang akan menjadi budaya perusahaan sekaligus
pegangan untuk menghadapi situasi sulit ini. Tercetuslah budaya perusahaan
dengan konsep ZIKR, PIKR, dan MIKR. Zikr
bukan hanya hadir sebagai upaya mengingat Allah. Zikr bukan hanya menyangkut
dimensi ibadah mahdhoh semata, tetapi lebih luas dari itu. Zikr jika
diperdalam ternyata dapat membuahkan atribut-atribut manajemen. Sebuah ikhtiar
untuk mengupas dan mengeksplorasinya dilakukan di Muamalat yang diantaranya
melahirkan atribut-atribut yang diurai dari sisi akronim ZIKR yaitu Zero
base, Iman, Konsisten, dan Result oriented. Zikr baik
dalam arti yang sesungguhnya yaitu ibadah atau arti akronim sangat penting
untuk setiap karyawan di Muamalat, berikut akan disampaikan secara singkat
mengenai Shared Values tentang konsep tersebut.
Zero base, atribut pertama dari Zikr ini menegaskan perlunya setiap kru Muamalat
memandang segala sesuatu menyangkut pekerjaan dan lingkungannya dengan bersih
dan objektif, tidak ditambah dan tidak dikurang. Konsep ini menunjukkan
kejernihan cara pandang seseorang akan menentukan keberhasilan tugas yang
diembannya. Manajemen IBM mengatakan dalam teorinya bahwa kualitas manusia 90%
ditentukan oleh sikapnya (attitude) dalam menghadapi masalah. Sedangkan
sisanya 10% ditentukan dari kemampuan ilmunya (knowledge). Artinya
keberhasilan seringkali diawali dari sikap yang benar dan tepat dalam
menghadapi suatu peristiwa. Bukan bagaimana peristiwa terjadi, tetapi bagaimana
menyikapi yang sedang terjadi. Bukan bagaimana seseorang bernasib jelek,
melainkan bagaimana dia merespons dan melihat hal yang buruk itu lalu berusaha
mengubahnya menjadi lebih baik.
Sikap apriori muncul karena orang tidak memandang segala sesuatu secara
jernih. Melihat sesuatu dengan bersih dan jernih akan muncul dari pribadi yang
mampu men-zero basekan dirinya. Konsep ini sepintas mirip dengan cara pandang zero
dalam budaya Zen. Memandang secara bersih bisa saja diartikan kosong. Yaitu
kosong dari hal-hal yang tidak bersih, prejudice atau prasangka buruk. Sebagai
contoh, manajemen Muamalat pernah mengusulkan melakukan kerjasama dengan ATM
BCA untuk memperluas jangkauan dan memperkuat jaringan ATM Muamalat agar
pemilik ATM Muamalat dapat bertransaksi dengan menggunakan ATM BCA. Karena
prasangka, usulan ini ditolak dengan alasan kerjasama ini belum pernah dijalin
oleh BCA dan bank lainnya. Namun pada kenyataannya sebulan setelah usulan
ditolak, Bank Mega berhasil menggandeng kerjasama dengan BCA.
Iman, keyakinan atau kepercayaan yang teguh dapat muncul dari siapa saja,
kapan saja dan dimana saja. Keyakinan yang kuat akan sampai pada tujuannya
apabila diikuti oleh sikap positif yang ditampakkan dalam bentuk ikhtiar. Iman
bukanlah sesuatu yang kita butuhkan pada saat beribadah saja. Dalam konteks
Muamalat, kekuatan iman akan menjadi pengawas bagi setiap kru Muamalat untuk
menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Iman akan mendorong setiap
kru Muamalat sigap menolong dan melayani sebaik mungkin nasabah, kemudian iman
juga akan membentuk militansi kru Muamalat sehingga mau berjuang keras untuk
merebut market share.
Sebagai contoh ketika perusahaan menetapkan target asset harus bisa
menembus sampai Rp 1 triliun, banyak pihak yang buru-buru apriori dan
mengganggap itu adalah hal mustahil karena kenaikan 100% asset itu dianggap
sebagai sebuah usulan yang terlalu mengada-ada. Direksi dianggap hidup di awan
dan tidak membumi dengan menunjukkan dari pendekatan ekstrapolarasi yang
dilakukan peningkatan asset kurang dari 20% dari asset total yang dimiliki.
Pada akhirnya, kenyataanlah yang berbicara. Target kenaikan 100% tersebut
tercapai dan ini membuktikan bahwa keyakinan membimbing kepada terwujudnya
hasil. Karena itu, patut ditekankan bahwa tidak ada yang tidak mungkin yang
bisa dicapai oleh orang yang beriman kepada Allah. Yang kita perlukan adalah
membersihkan hati dan pikiran dari keraguan yang bisa melemahkan iman dan
menjauhkan dari perwujudan cita-cita.
Iman juga menuntun kru Muamalat agar tidak rakus menguasai sumber daya
untuk kepentingan diri sendiri. Dengan iman, kru Muamalat dididik dan
dibiasakan untuk berbagi dari segi power, information, knowledge, dan rewards.
Karena denegan berbagi tidak akan mengurangi rezeki justru akan menambah dan
memperluas karunia-Nya. Dengan iman pula setiap kru Muamalat akan dapat bekerja
dengan tulus ikhlas. Semestinya kerja keras itu akan mendatangkan hasil yang
diharapkan. Namun demikian, bila masih ada kekurangan yang tak mereka dapatkan
karena kelalaian manajemen, mereka yakin Allah tidak akan menyiakannya tetapi
membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik di dunia bahkan di akhirat kelak.
Konsistensi, orang yang konsisten akan memperjuangkan cita-citanya tanpa kenal lelah
tak ada kamus menyerah bahkan putus asa. Ia akan meluruskan arah dan teguh
dalam pendirian (istiqomah). Sebuah perusahaan layaknya kereta kuda.
Organisasi memiliki tujuan, visi, dan misi yang untuk mewujudkannya perusahaan
tersebut harus didukung oleh segenap kru. Bila semua kru tersebut diarahkan
kepada satu tujuan yang sama, maka tujuan organisasi itu kemungkinan besar akan
tercapai. Karenanya, keselarasan tujuan diantara seluruh anggota organisasi
menjadi penting dan menjadi syarat mutlak agar tujuan bisa sama-sama diraih.
Konsistensi mencakup segala aspek kehidupan seperti fisik, mental, sosial, dan
spiritual. Keselarasan itu diharapkan menjadi kunci dari total kesuksesan.
Sukses dalam arti menyeluruh atau totalitas berarti apabila hidup terdiri dari
banyak departemen, maka kesuksesan dalam satu departemen kehidupan tidak dapat
mengompensasi kegagalan dalam departemen lainnya. Itulah sebabnya dalam konteks
Muamalat konsistensi kaffah menjadi penting.
Kaffah menghendaki penyerahan total yang seimbang antara jiwa dan raga, pribadi
dan organisasi, karir dan rumah tangga, pendidikan dan keuangan. Bukanlah total
namanya bila kita beribadah merujuk pada Al-Quran dan Hadist tapi giliran
berekonomi menggunakan bank ribawi. Seribu macam alasan dilontarkan untuk
menghindari bank syariah mulai dari bagi hasil yang kecil, praktiknya belum
syariah sepenuhnya, jaringan terbatas
dan lain sebagainya. Sangat memalukan meninggalkan bank syariah karena keraguan
akan kesyariahannya lalu mencari bank konvensional yang sudah tidak diragukan
ketidak syariahannya.
Result Oriented, dalam konteks Muamalat result yang hendak dicapai bukan seperti
yang diinginkan organisasi bisnis pada umumnya. Karena Muamalat bukan hanya
institusi bisnis, tetapi juga merupakan organisme dakwah. Dalam dimensinya
sebagai organisme dakwah, maka tujuan utama yang diinginkan adalah kebahagiaan (falah)
di dunia dan akhirat. Muamalat berangkat dari titik zero base, bahan bakarnya
adalah iman, yang dinahkodai pemimpin yang konsisten (istiqomah dan kaffah) mengarahkan
pada tujuan akhir (result oriented).
Cogito Ergo Sum (aku ada karena aku berpikir) Rene Descartes si pencetus
ide ini seolah-olah ingin mengatakan bahwa hakikat manusia terletak pada
pikirnya. Jauh sebelum Rene Descarter Al-Quran telah mengenalkan konsep pikir
dalam banyak ayat-ayat yang Allah turunkan didalamnya. Dalam konteks Muamalat Pikr
adalah sebuar akronim yaitu: Power Sharing, Information Sharing, Knowledge
Sharing, Rewards Sharing.
Power Sharing, power disini berarti kekuaasan atau kewenangan. Power yang berada pada
orang yang tidak amanah akan sangat berbahaya. Power tends to corrupt and
absolute power corrupts absolutely. Semakin besar kewenangan semakin besar
peluang seseorang menyelewengkan untuk kepentingan dirinya. Semakin besar
kewenangan semakin terbuka kesempatan menggunakannya demi tujuan-tujuan yang
merugikan publik. Dalam konteks organisasi mereka yang memegang power
berkewenangan untuk membuat keputusan. Oleh karena itu dalam organisasi
tertentu tersentralnya power dalam satu komando bisa berbahaya sehingga untuk
mengurangi risiko dari gagalnya penggunaan kewenangan yang terpusat, maka
berbagi power menjadi keniscayaan. Berbagi power pada akhirnya akan mengurangi
beban dan menjadikan bekerja menjadi lebih fokus. Top manajer hanya akan
menangani persoalan yang memiliki proioritas tertinggi, sedang persoalan yang
kurang penting akan diselesaikan oleh stafnya. Dengan demikian jalur
pengambilan keputusan lebih singkat. Birokrasi yang singkat pada akhirnya
menempatkan semua persoalan segera ditangani. Tugas pun bisa secara efektif
diselesaikan.
Kontrol
menjadi titik sentral dan penting agar konsep ini berhasil dipraktikan.
Manajemen kontrol di Muamalat tak hanya dipasrahkan pada tugas audit saja,
tetapi lebih jauh, kontrol dikembangkan supaya bisa dilakukan secara masif.
Informasi-informasi tidak hanya disimpan dan diketahui oleh para top manajer
saja, melainkan dipublikasikan sehingga seorang staf pun
dapat mengetahui informasi tersebut dan dapat melakukan kontrol dengan kasat
matanya langsung terhadap informasi tersebut.
Information
Sharing, di lingkungan
Muamalat segala informasi sangat transparan dan dapat diakses siapapun.
Misalnya untuk informasi nisbah, DPK, bahkan hingga profit yang dibukukan tiap
bulan pun disebutkan dalam slip gaji yang karyawan terima tiap bulannya. Memang
tidak semua data dibuka penuh untuk siapapun seperti data spesifik mau diabawa
kemana arah perusahaan yang bisa jadi hanya ada di kepala para top manajer.
Artinya hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Tapi poin dan value yang
ingin ditanamkan adalah setiap orang berhak mendapatkan informasi dengan mudah
berdasarkan proporsinya masing-masing agar tidak ada lagi broker informasi
seolah-olah para broker informasi ini menjadi lebih tahu segala hal dan
karenanya dengan kelebihan informasi yang ada padanya, dia pantas mendapatkan
apresiasi lebih dibanding lainnya.
Knowledge
Sharing, sebegitu
pentingnya ilmu untuk dikuasai sehingga ayat pertama yang turun dari Al-Quran
adalah perintah untuk membaca iqra ! Bacalah! Karena membaca adalah
jendela ilmu yang menuntunnya berlaku secara baik dan benar. Di Muamalat metode
penggalian knowledge disampaikan melalui pertemuan tatap muka (face to face).
Metode klasikal cenderung satu arah, asumsinya guru lebih tahu dari murid.
Lantaran itu sang guru tidak bisa dibantah. Dengan metode tatap muka, si
pengajar datang bukan sebagai pengisi kekosongan otak murid, melainkan ia
berusaha menggali ilmu itu dari kepala murid. Dengan memiliki knowledge
yang cukup, tiap kru akan memahami big picture perusahaan. Karena itu,
penguasaan knowledge secara menyeluruh menjadi suatu keniscayaan.
Termasuk misalnya dalam menentukan target pasar yang akan digarap. Manajemen
Muamalat membidik spiritual market.
Rewards
Sharing, Rewards adalah
bentuk kompensasi baik berupa material maupun imaterial. Praktik di Muamalat
para kru akan menerima gaji dan bonus. Bonus adalah berupa bagi hasil yang
besarnya 10% dari keuntungan perusahaan. Bonus sifatnya kolektif dibagi rata
sebagai perekat team work. Berbicara tentang rewards intinya
membicarakan kesejahteraan. Kesejahteraan yang diberlakukan di Muamalat pada
tahun 2003 menduduki peringkat ke-7 versi majalah Infobank dari 140
lebih bank. Artinya kesejahteraan di Muamalat cukup bagus, tidak dibawah namun
belum juga di puncak. Kemudian konsep yang terkir adalah Mikr. Mikr adalah
akronim dari Militan, Intelek, Kompetiti, dan Regeneratif.
Dengan adanya konsep ini, diharapkan akan tercipta sebuah lembaga yang kuat,
kompetiti, dan bertahan lama.
Militan,
dalam konteks Muamalat, sikap
militan seharusnya menjadi sikap dasar bagi setiap kru. Mereka menempatkan
Muamalat sebagai wadah perjuangan. Kru Muamalat harus bersemangat tinggi
mengabdikan dirinya untuk pemberdayaan ekonomi umat. Kru yang militan selain
memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja, ia juga seorang yang terlatih,
memiliki kemampuan bekerja sebagai individu dan tim.
Intelek,
kaum intelektual dengan ide dan
gagasannya biasanya mampu memberikan tawaran solusi bagi persoalan yang sedang
dihadapi di dalam organisasi ataupun di tengah masyarakatnya. Tanda bahwa
seorang tersebut intelek adalah ia menggunakan anugerah akal yang diberikan
Tuhan untuk kebaikan sesama manusia. Selain mendayagunakan akal, masyarakat
intelek juga ditandai dengan caranya menghargai perbedaan. Setiap orang dalam
organisasi bebas memberikan dan menyampaikan ide-ide terbaiknya tanpa takut
dibodohi atau dimusuhi. Seorang intelek yang terpenting adalah ia mampu
menangkap pelajaran dan hikmah dalam setiap kejadian, dia tidak lagi melihat
sesuatu dari kacamata menyenangkan dan menyedihkan, tetapi dari cara pandang
manfaat dan mudharat.
Kompetitif,
sebuah organisasi bisnis akan
diperhitungkan oleh para kompetitornya jika ia memiliki keunggulan, baik berupa
keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Bagi Muamalat, brand image yang
kuat merupakan salah satu keunggulan kompetitif. Sebagai bank syariah pertama di Indonesia,
semestinya setiap kru Muamalat mampu mengelaborasi keuntungan ini agar menjadi brand
yang tertanam kuat di benak masyarakat.
Regeneratif, banyak organisasi yang mampu menciptakan keunggulan kompetitifnya
masing-masing, namun sedikit sekali yang bisa menjaga daya kompetitif itu
berkesinambungan (sustainable competitiveness) atau bertahan lama.
Mengapa demikian ? karena mereka tidak bisa memelihara dan menghasilkan
keunggulan kompetitif itu dan mewariskan sekaligus mengajarkannya kepada
generasi berikutnya. Dalam konteks Muamalat, tercapainya sustainable
competitiveness bila organisasinya bersifat regenerative. Artinya,
fungsi-fungsi dari militansi dan intelektualitas yang pada akhirnya menciptakan
daya saing itu harus terus bisa menghasilkan daya saing pada generasi
berikutnya. Kuncinya terletak pada kesadaran tiap kru untuk terus Zikr dan sharing
Pikr. Sebagai contoh, pada 2004 manajemen menyerahkan pengkaderan pemimpin
kepada Tim Evaluasi Kader Pemimpin. Tim ini selanjutnya menyeleksi kru
terbaik dari 31 orang yang dipandang
memiliki potensi. Kemudian diperolehlah 4 orang kandidat yang selanjutnya
direkomendasikan untuk mengikuti fit and proper test di BI.
Dampak krisis tahun 1998 memang memberikan imbas pada Muamalat yang
kinerjanya mengalami penurunan karena resesi ekonomi nasional. Muamalat
mengalami rugi operasional hingga Rp 105 miliar, sedangkan modal disetor pada
saat itu hanya Rp 138,4 miliar. Namun dengan melakukan rebuilding shared
values dan perjuangan yang gigih kerugian dapat ditekan bahkan mengalami
laba operasional berturut-turut dari tahun 2000-2002 sebesar Rp 10,85 miliar,
Rp 50,32 miliar, dan Rp 32,15 miliar. Selain itu, Muamalat mampu mengembalikan
modal yang saat itu hanya tersisa sekitar Rp 39,3 miliar pada tahun 1998
menjadi 174,32 miliar pada tahun 2002, tentunya jumlah ini melebihi total modal
yang disetor. Dari jumlah itu, kira-kira Rp 66 miliar berasal dari pemodal
baru, dan sisanya sebesar Rp 108 miliar
berasal dari sumbangan para kru Muamalat.
Inilah perubahan nilai dan budaya ZIKR,
PIKR, dan MIKR yang tertanam di
Bank Muamalat yang sangat berhasil membawa
perusahaan bertransormasi dan bertahan dalam industri keuangan yang saat itu
sedang mengalami krisis moneter. Bahkan Muamalat mampu mengembangkan bisnisnya dalam waktu
yang relatif singkat. Saat ini
Bank Muamalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabahnya melalui
275 outlet gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI juga
didukung oleh aliansi melalui lebih dari 4000 kantor pos online/SOPP di 32.000
ATM serta 95.000 merchant debet. Sampai saat ini BMI adalah satu-satunya bank
syariah yang membuka cabang di luar negeri yaitu di Malaysia. Kerjasama ini
dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System sehingga layanan
Muamalat dapat diakses di 2000 ATM di Malaysia.
Demikianlah konsep dan iplementasi budaya yang baik yang kemudian secara
konsisten serta holistik dijalankan oleh semua elemen perusahaan. Dalam konteks
Bank Muamalat, nilai-nilai syariah lah yang menjadi pegangan bagi setiap orang
yang bekerja dalam bank tersebut. Kemudian nilai-nilai syariah ini dikonkritkan
dalam bentuk nyata sebagai budaya perilaku kerja pada seluruh elemen di
Muamalat yang membawa perusahaan mampu mengatasi kemudian bangkit dari situasi-situasi sulit
yang dihadapi.
Referensi:
Riawan Amin,
The Celestial Management (ZIKR, PIKR, MIKR). Senayan Abadi Publishing,
Jakarta: 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar