Senin, 16 Maret 2015

BUDAYA KERJA PERUSAHAAN PADA BANK MUMALAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI KRISIS EKONOMI DAN MONETER TAHUN 1998



Oleh:
Hendri Wijaya
EK. 18

Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi keuangan terburuk Republik Indonesia. Selama periode Sembilan bulan pertama 1998 merupakan periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan pada enam bulan selama 1997 semakin memburuk dalam tempo yang relatif cepat. Bagaikan efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand ini menjalar menjadi krisis ekonomi, berlanjut menjadi krisis sosial, bahkan hingga krisis politik. Akhirnya pada puncaknya melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Salah satu faktor yang mempercepat efek bola salju ini di Indonesia adalah menguapnya kepercayaan masyarakat akibat sikap pemerintah yang plin-plan, ditambah lagi dengan besarnya hutang luar negeri pemerintah yang segera jatuh tempo. Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai $138 milyar dollar, sekitar $72,5 milyar dollar adalah utang jangka pendek dimana sekitar $20 milyar dollar akan jatuh tempo pada tahun 1998. Sedangkan pada saat itu cadangan devisa Negara tinggal sekitar $14,44 milyar dollar. Hal ini semakin diperparah dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang pada tahun 1997 berada di level Rp. 4850/dollar menjadi terjun bebas ke level Rp. 17.000/dollar pada Januari 1998.

Imbas yang amat menyakitkan juga melanda pada industri perbankan nasional. Nasabah panik akan dananya yang disimpan pada perbankan dan mereka benar-benar menempatkan kepercayaan pada bank di bawah telapak kaki mereka. Ketidak percayaan ini mengakibatkan sumber pendanaan bank kosong melompong yang diperburuk dengan suku bunga kredit yang jauh lebih tinggi ketimbang suku bunga simpanan nasabah. Akibatnya terjadi negative spread. Bank-bank kala itu bagaikan gedung kosong semata tanpa isi dan transaksi. Bank-bank konvensional disuntik dana oleh pemerintah dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam rangka menyelamatkan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan total dana sekitar 650 tiliun.
Lain halnya dengan bank-bank konvensional, satu-satunya bank syariah yang ada dan bertahan ditengah gempuran krisis adalah Bank Muamalat Indonesia. Meskipun terseok-seok perjalanannya pada saat krisis tersebut tercatat rasio pembiayaan macet (NPF) lebih dari 60% dan rugi sekitar 100 milyar, setidaknya inilah satu-satunya bank yang tidak bangkrut dan mampu bertahan bahkan tanpa bantuan BLBI dari pemerintah. Bank Muamalat sendiri didirikan pada tanggal 1 Nopember 1991 yang dipelopori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah. Bank ini memulai kegiatan operasional pertamanya pada 1 Mei 1992. Hanya berselang sekitar 3 tahun sejak pendiriannya, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat bank devisa dimana pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia. Hal ini menarik untuk dikaji dari segi budaya kerja perusahaan yang membawa bank ini mampu bertahan dan tetap eksis sampai sekarang.
Dalam konteks Bank Muamalat yang ketika itu dipimpin oleh Bapak Dr. (HC) Riawan Amin, sebagai pemegang tertinggi perusahaan beliau mulai merubah dan membangun paradigma berpikir baru yang akan menjadi budaya perusahaan sekaligus pegangan untuk menghadapi situasi sulit ini. Tercetuslah budaya perusahaan dengan konsep ZIKR, PIKR, dan MIKR.  Zikr bukan hanya hadir sebagai upaya mengingat Allah. Zikr bukan hanya menyangkut dimensi ibadah mahdhoh semata, tetapi lebih luas dari itu. Zikr jika diperdalam ternyata dapat membuahkan atribut-atribut manajemen. Sebuah ikhtiar untuk mengupas dan mengeksplorasinya dilakukan di Muamalat yang diantaranya melahirkan atribut-atribut yang diurai dari sisi akronim ZIKR yaitu Zero base, Iman, Konsisten, dan Result oriented. Zikr baik dalam arti yang sesungguhnya yaitu ibadah atau arti akronim sangat penting untuk setiap karyawan di Muamalat, berikut akan disampaikan secara singkat mengenai Shared Values tentang konsep tersebut.
Zero base, atribut pertama dari Zikr ini menegaskan perlunya setiap kru Muamalat memandang segala sesuatu menyangkut pekerjaan dan lingkungannya dengan bersih dan objektif, tidak ditambah dan tidak dikurang. Konsep ini menunjukkan kejernihan cara pandang seseorang akan menentukan keberhasilan tugas yang diembannya. Manajemen IBM mengatakan dalam teorinya bahwa kualitas manusia 90% ditentukan oleh sikapnya (attitude) dalam menghadapi masalah. Sedangkan sisanya 10% ditentukan dari kemampuan ilmunya (knowledge). Artinya keberhasilan seringkali diawali dari sikap yang benar dan tepat dalam menghadapi suatu peristiwa. Bukan bagaimana peristiwa terjadi, tetapi bagaimana menyikapi yang sedang terjadi. Bukan bagaimana seseorang bernasib jelek, melainkan bagaimana dia merespons dan melihat hal yang buruk itu lalu berusaha mengubahnya menjadi lebih baik.
Sikap apriori muncul karena orang tidak memandang segala sesuatu secara jernih. Melihat sesuatu dengan bersih dan jernih akan muncul dari pribadi yang mampu men-zero basekan dirinya. Konsep ini sepintas mirip dengan cara pandang zero dalam budaya Zen. Memandang secara bersih bisa saja diartikan kosong. Yaitu kosong dari hal-hal yang tidak bersih, prejudice atau prasangka buruk. Sebagai contoh, manajemen Muamalat pernah mengusulkan melakukan kerjasama dengan ATM BCA untuk memperluas jangkauan dan memperkuat jaringan ATM Muamalat agar pemilik ATM Muamalat dapat bertransaksi dengan menggunakan ATM BCA. Karena prasangka, usulan ini ditolak dengan alasan kerjasama ini belum pernah dijalin oleh BCA dan bank lainnya. Namun pada kenyataannya sebulan setelah usulan ditolak, Bank Mega berhasil menggandeng kerjasama dengan BCA.
Iman, keyakinan atau kepercayaan yang teguh dapat muncul dari siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Keyakinan yang kuat akan sampai pada tujuannya apabila diikuti oleh sikap positif yang ditampakkan dalam bentuk ikhtiar. Iman bukanlah sesuatu yang kita butuhkan pada saat beribadah saja. Dalam konteks Muamalat, kekuatan iman akan menjadi pengawas bagi setiap kru Muamalat untuk menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Iman akan mendorong setiap kru Muamalat sigap menolong dan melayani sebaik mungkin nasabah, kemudian iman juga akan membentuk militansi kru Muamalat sehingga mau berjuang keras untuk merebut market share.
Sebagai contoh ketika perusahaan menetapkan target asset harus bisa menembus sampai Rp 1 triliun, banyak pihak yang buru-buru apriori dan mengganggap itu adalah hal mustahil karena kenaikan 100% asset itu dianggap sebagai sebuah usulan yang terlalu mengada-ada. Direksi dianggap hidup di awan dan tidak membumi dengan menunjukkan dari pendekatan ekstrapolarasi yang dilakukan peningkatan asset kurang dari 20% dari asset total yang dimiliki. Pada akhirnya, kenyataanlah yang berbicara. Target kenaikan 100% tersebut tercapai dan ini membuktikan bahwa keyakinan membimbing kepada terwujudnya hasil. Karena itu, patut ditekankan bahwa tidak ada yang tidak mungkin yang bisa dicapai oleh orang yang beriman kepada Allah. Yang kita perlukan adalah membersihkan hati dan pikiran dari keraguan yang bisa melemahkan iman dan menjauhkan dari perwujudan cita-cita.
Iman juga menuntun kru Muamalat agar tidak rakus menguasai sumber daya untuk kepentingan diri sendiri. Dengan iman, kru Muamalat dididik dan dibiasakan untuk berbagi dari segi power, information, knowledge, dan rewards. Karena denegan berbagi tidak akan mengurangi rezeki justru akan menambah dan memperluas karunia-Nya. Dengan iman pula setiap kru Muamalat akan dapat bekerja dengan tulus ikhlas. Semestinya kerja keras itu akan mendatangkan hasil yang diharapkan. Namun demikian, bila masih ada kekurangan yang tak mereka dapatkan karena kelalaian manajemen, mereka yakin Allah tidak akan menyiakannya tetapi membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik di dunia bahkan di akhirat kelak.
Konsistensi, orang yang konsisten akan memperjuangkan cita-citanya tanpa kenal lelah tak ada kamus menyerah bahkan putus asa. Ia akan meluruskan arah dan teguh dalam pendirian (istiqomah). Sebuah perusahaan layaknya kereta kuda. Organisasi memiliki tujuan, visi, dan misi yang untuk mewujudkannya perusahaan tersebut harus didukung oleh segenap kru. Bila semua kru tersebut diarahkan kepada satu tujuan yang sama, maka tujuan organisasi itu kemungkinan besar akan tercapai. Karenanya, keselarasan tujuan diantara seluruh anggota organisasi menjadi penting dan menjadi syarat mutlak agar tujuan bisa sama-sama diraih. Konsistensi mencakup segala aspek kehidupan seperti fisik, mental, sosial, dan spiritual. Keselarasan itu diharapkan menjadi kunci dari total kesuksesan. Sukses dalam arti menyeluruh atau totalitas berarti apabila hidup terdiri dari banyak departemen, maka kesuksesan dalam satu departemen kehidupan tidak dapat mengompensasi kegagalan dalam departemen lainnya. Itulah sebabnya dalam konteks Muamalat konsistensi kaffah menjadi penting.
Kaffah menghendaki penyerahan total yang seimbang antara jiwa dan raga, pribadi dan organisasi, karir dan rumah tangga, pendidikan dan keuangan. Bukanlah total namanya bila kita beribadah merujuk pada Al-Quran dan Hadist tapi giliran berekonomi menggunakan bank ribawi. Seribu macam alasan dilontarkan untuk menghindari bank syariah mulai dari bagi hasil yang kecil, praktiknya belum syariah  sepenuhnya, jaringan terbatas dan lain sebagainya. Sangat memalukan meninggalkan bank syariah karena keraguan akan kesyariahannya lalu mencari bank konvensional yang sudah tidak diragukan ketidak syariahannya.
Result Oriented, dalam konteks Muamalat result yang hendak dicapai bukan seperti yang diinginkan organisasi bisnis pada umumnya. Karena Muamalat bukan hanya institusi bisnis, tetapi juga merupakan organisme dakwah. Dalam dimensinya sebagai organisme dakwah, maka tujuan utama yang diinginkan adalah kebahagiaan (falah) di dunia dan akhirat. Muamalat berangkat dari titik zero base, bahan bakarnya adalah iman, yang dinahkodai pemimpin yang konsisten (istiqomah dan kaffah) mengarahkan pada tujuan akhir (result oriented).
Cogito Ergo Sum (aku ada karena aku berpikir) Rene Descartes si pencetus ide ini seolah-olah ingin mengatakan bahwa hakikat manusia terletak pada pikirnya. Jauh sebelum Rene Descarter Al-Quran telah mengenalkan konsep pikir dalam banyak ayat-ayat yang Allah turunkan didalamnya. Dalam konteks Muamalat Pikr adalah sebuar akronim yaitu: Power Sharing, Information Sharing, Knowledge Sharing, Rewards Sharing.
Power Sharing, power disini berarti kekuaasan atau kewenangan. Power yang berada pada orang yang tidak amanah akan sangat berbahaya. Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Semakin besar kewenangan semakin besar peluang seseorang menyelewengkan untuk kepentingan dirinya. Semakin besar kewenangan semakin terbuka kesempatan menggunakannya demi tujuan-tujuan yang merugikan publik. Dalam konteks organisasi mereka yang memegang power berkewenangan untuk membuat keputusan. Oleh karena itu dalam organisasi tertentu tersentralnya power dalam satu komando bisa berbahaya sehingga untuk mengurangi risiko dari gagalnya penggunaan kewenangan yang terpusat, maka berbagi power menjadi keniscayaan. Berbagi power pada akhirnya akan mengurangi beban dan menjadikan bekerja menjadi lebih fokus. Top manajer hanya akan menangani persoalan yang memiliki proioritas tertinggi, sedang persoalan yang kurang penting akan diselesaikan oleh stafnya. Dengan demikian jalur pengambilan keputusan lebih singkat. Birokrasi yang singkat pada akhirnya menempatkan semua persoalan segera ditangani. Tugas pun bisa secara efektif diselesaikan.
Kontrol menjadi titik sentral dan penting agar konsep ini berhasil dipraktikan. Manajemen kontrol di Muamalat tak hanya dipasrahkan pada tugas audit saja, tetapi lebih jauh, kontrol dikembangkan supaya bisa dilakukan secara masif. Informasi-informasi tidak hanya disimpan dan diketahui oleh para top manajer saja, melainkan dipublikasikan sehingga seorang staf pun dapat mengetahui informasi tersebut dan dapat melakukan kontrol dengan kasat matanya langsung terhadap informasi tersebut.
Information Sharing, di lingkungan Muamalat segala informasi sangat transparan dan dapat diakses siapapun. Misalnya untuk informasi nisbah, DPK, bahkan hingga profit yang dibukukan tiap bulan pun disebutkan dalam slip gaji yang karyawan terima tiap bulannya. Memang tidak semua data dibuka penuh untuk siapapun seperti data spesifik mau diabawa kemana arah perusahaan yang bisa jadi hanya ada di kepala para top manajer. Artinya hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Tapi poin dan value yang ingin ditanamkan adalah setiap orang berhak mendapatkan informasi dengan mudah berdasarkan proporsinya masing-masing agar tidak ada lagi broker informasi seolah-olah para broker informasi ini menjadi lebih tahu segala hal dan karenanya dengan kelebihan informasi yang ada padanya, dia pantas mendapatkan apresiasi lebih dibanding lainnya.
Knowledge Sharing, sebegitu pentingnya ilmu untuk dikuasai sehingga ayat pertama yang turun dari Al-Quran adalah perintah untuk membaca iqra ! Bacalah! Karena membaca adalah jendela ilmu yang menuntunnya berlaku secara baik dan benar. Di Muamalat metode penggalian knowledge disampaikan melalui pertemuan tatap muka (face to face). Metode klasikal cenderung satu arah, asumsinya guru lebih tahu dari murid. Lantaran itu sang guru tidak bisa dibantah. Dengan metode tatap muka, si pengajar datang bukan sebagai pengisi kekosongan otak murid, melainkan ia berusaha menggali ilmu itu dari kepala murid. Dengan memiliki knowledge yang cukup, tiap kru akan memahami big picture perusahaan. Karena itu, penguasaan knowledge secara menyeluruh menjadi suatu keniscayaan. Termasuk misalnya dalam menentukan target pasar yang akan digarap. Manajemen Muamalat membidik spiritual market.
Rewards Sharing, Rewards adalah bentuk kompensasi baik berupa material maupun imaterial. Praktik di Muamalat para kru akan menerima gaji dan bonus. Bonus adalah berupa bagi hasil yang besarnya 10% dari keuntungan perusahaan. Bonus sifatnya kolektif dibagi rata sebagai perekat team work. Berbicara tentang rewards intinya membicarakan kesejahteraan. Kesejahteraan yang diberlakukan di Muamalat pada tahun 2003 menduduki peringkat ke-7 versi majalah Infobank dari 140 lebih bank. Artinya kesejahteraan di Muamalat cukup bagus, tidak dibawah namun belum juga di puncak. Kemudian konsep yang terkir adalah Mikr. Mikr adalah akronim dari Militan, Intelek, Kompetiti, dan Regeneratif. Dengan adanya konsep ini, diharapkan akan tercipta sebuah lembaga yang kuat, kompetiti, dan bertahan lama.
Militan, dalam konteks Muamalat, sikap militan seharusnya menjadi sikap dasar bagi setiap kru. Mereka menempatkan Muamalat sebagai wadah perjuangan. Kru Muamalat harus bersemangat tinggi mengabdikan dirinya untuk pemberdayaan ekonomi umat. Kru yang militan selain memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja, ia juga seorang yang terlatih, memiliki kemampuan bekerja sebagai individu dan tim.
Intelek, kaum intelektual dengan ide dan gagasannya biasanya mampu memberikan tawaran solusi bagi persoalan yang sedang dihadapi di dalam organisasi ataupun di tengah masyarakatnya. Tanda bahwa seorang tersebut intelek adalah ia menggunakan anugerah akal yang diberikan Tuhan untuk kebaikan sesama manusia. Selain mendayagunakan akal, masyarakat intelek juga ditandai dengan caranya menghargai perbedaan. Setiap orang dalam organisasi bebas memberikan dan menyampaikan ide-ide terbaiknya tanpa takut dibodohi atau dimusuhi. Seorang intelek yang terpenting adalah ia mampu menangkap pelajaran dan hikmah dalam setiap kejadian, dia tidak lagi melihat sesuatu dari kacamata menyenangkan dan menyedihkan, tetapi dari cara pandang manfaat dan mudharat.
Kompetitif, sebuah organisasi bisnis akan diperhitungkan oleh para kompetitornya jika ia memiliki keunggulan, baik berupa keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Bagi Muamalat, brand image yang kuat merupakan salah satu keunggulan kompetitif. Sebagai bank syariah pertama di Indonesia, semestinya setiap kru Muamalat mampu mengelaborasi keuntungan ini agar menjadi brand yang tertanam kuat di benak masyarakat.
Regeneratif, banyak organisasi yang mampu menciptakan keunggulan kompetitifnya masing-masing, namun sedikit sekali yang bisa menjaga daya kompetitif itu berkesinambungan (sustainable competitiveness) atau bertahan lama. Mengapa demikian ? karena mereka tidak bisa memelihara dan menghasilkan keunggulan kompetitif itu dan mewariskan sekaligus mengajarkannya kepada generasi berikutnya. Dalam konteks Muamalat, tercapainya sustainable competitiveness bila organisasinya bersifat regenerative. Artinya, fungsi-fungsi dari militansi dan intelektualitas yang pada akhirnya menciptakan daya saing itu harus terus bisa menghasilkan daya saing pada generasi berikutnya. Kuncinya terletak pada kesadaran tiap kru untuk terus Zikr dan sharing Pikr. Sebagai contoh, pada 2004 manajemen menyerahkan pengkaderan pemimpin kepada Tim Evaluasi Kader Pemimpin. Tim ini selanjutnya menyeleksi kru terbaik  dari 31 orang yang dipandang memiliki potensi. Kemudian diperolehlah 4 orang kandidat yang selanjutnya direkomendasikan untuk mengikuti fit and proper test di BI.
Dampak krisis tahun 1998 memang memberikan imbas pada Muamalat yang kinerjanya mengalami penurunan karena resesi ekonomi nasional. Muamalat mengalami rugi operasional hingga Rp 105 miliar, sedangkan modal disetor pada saat itu hanya Rp 138,4 miliar. Namun dengan melakukan rebuilding shared values dan perjuangan yang gigih kerugian dapat ditekan bahkan mengalami laba operasional berturut-turut dari tahun 2000-2002 sebesar Rp 10,85 miliar, Rp 50,32 miliar, dan Rp 32,15 miliar. Selain itu, Muamalat mampu mengembalikan modal yang saat itu hanya tersisa sekitar Rp 39,3 miliar pada tahun 1998 menjadi 174,32 miliar pada tahun 2002, tentunya jumlah ini melebihi total modal yang disetor. Dari jumlah itu, kira-kira Rp 66 miliar berasal dari pemodal baru, dan  sisanya sebesar Rp 108 miliar berasal dari sumbangan para kru Muamalat.
Inilah perubahan nilai dan budaya ZIKR, PIKR, dan MIKR yang tertanam di Bank Muamalat yang sangat berhasil membawa perusahaan bertransormasi dan bertahan dalam industri keuangan yang saat itu sedang mengalami krisis moneter. Bahkan Muamalat mampu mengembangkan bisnisnya dalam waktu yang relatif singkat. Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabahnya melalui 275 outlet gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI juga didukung oleh aliansi melalui lebih dari 4000 kantor pos online/SOPP di 32.000 ATM serta 95.000 merchant debet. Sampai saat ini BMI adalah satu-satunya bank syariah yang membuka cabang di luar negeri yaitu di Malaysia. Kerjasama ini dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System sehingga layanan Muamalat dapat diakses di 2000 ATM di Malaysia.
Demikianlah konsep dan iplementasi budaya yang baik yang kemudian secara konsisten serta holistik dijalankan oleh semua elemen perusahaan. Dalam konteks Bank Muamalat, nilai-nilai syariah lah yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang bekerja dalam bank tersebut. Kemudian nilai-nilai syariah ini dikonkritkan dalam bentuk nyata sebagai budaya perilaku kerja pada seluruh elemen di Muamalat yang membawa perusahaan mampu mengatasi  kemudian bangkit dari situasi-situasi sulit yang dihadapi.
Referensi:
Riawan Amin, The Celestial Management (ZIKR, PIKR, MIKR). Senayan Abadi Publishing, Jakarta: 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar