Minggu, 05 April 2015

Tentang Fenomena Riba


Catatan Kuliah 27 Maret 2015.
Dosen: Hendri Tanjung P.hd

dicatat dgn beberapa tambahan oleh: M. Maulana Hamzah


1. Definisi Riba
Dalam bahasa perbankan di Indonesia riba dikenal dengan sebutan bunga, sesuatu yang indah bukan, harum, dan dianggap sesuatu yang menarik. Padahal pada hakikatnya ia adalah racun yang merusak sistem ekonomi, bukan hanya di Indonesia, tapi diseluruh dunia yang kita diami ini. Riaba berasal dari bahasa arab yang berarti tambahan, secara istilah berarti tambahan harta dari jalan yang bathil.
Dalam bahasa inggris, riba biasanya diterjemahkan sebagai usuary, sedangkan bunga diterjemahkan sebagai interest. Menurut The American Heritage DICTIONARY of the English Language: Interest is A charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned, sedangkan menurut KAMUS EKONOMI (Inggris - Indonesia) karangan Prof. DR. Winardi, SE: Interest (net) - Bunga modal (netto) adalah pembayaran untuk penggunaan dana-dana. Menurut Ensiklopedi ISLAM Indonesia, Tim Penulis IAIN SYARIF HIDAYATULLAH: Al-Riba atau Ar-rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur'an.
Kini, Riba sering diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai "usury" yang artinya dalam The American Heritage DICTIONARY of The English Language, adalah:
·         The act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest.
·         Such of an excessive rate of interest.
·         Archaic (tidak dipakai lagi, kuno, kolot, lama). The act or practice of lending money at any rate of interest.
·         Obsolete (usang, tidak dipakai, kuno). Interest charged or paid on such a loan. 

2. Sejarah Riba menjadi Bunga
 Dilarangnya riba oleh agama-agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam), tidak ada yang membantah. Setidaknya itulah yang tertulis dalam Taurat dan Injil. Lihatlah dalam perjanjian lama (Leviticus (imamat)) 25:36-37, Deutoronomy (Ulangan) 23:19, Exodus (keluaran) 22:25, juga dalam perjanjian baru (Lukas 6:34-35)
Sampai pada abad ke 13, ketika kekuasaan gereja di Eropa masih dominan, riba dilarung oleh gereja atau dikela dengansebutan hokum Canon. Akan tetapi pada akhir abad 13 pengaruh gereja ortodoks mulai melemah dan orang-orang mali berkompromi dengan riba. Bacon, seorang tokoh saat itu menulis dalam buku “Discourse on Usury” “ Karena kebutuhannya, manusia harus meminjam uang dan pada dasarnya manusia enggan hatinya untuk meminjamkan uang, kecuali dia akan menerima manfaat dari pinjaman itu, maka bunga harus diperbolehkan”.
            Secara perlahan tapi pasti, pelarangan riba di Eropa dihilangkan. Di Inggris pelarangan itu dicabut pada tahun 1545, saat pemerintahan Raja Henry VIII. Pada zaman itulah, istilah usury (riba) diganti dengan istilah interest (bunga). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Ini tidak berlangsung lama. Ketika Edward VI wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang, hal ini menyebar ke Eropa, saat itu budaya kolonialisme dan merkantilisme menjamur seantero Eropa dengan prinsip 3G (Glory, God, and Gospel). Pada akhirnya konsep bunga uang ini menapai tanah air kita dengan bendera VOC. Awalnya, dengan dalih berdagang. Setelah berjalan ratusan tahun, terbangunlah kesan bahwa riba tidak sama dengan bunga. Riba dilarang, bunga tidak.[1]
 
3. Pendapat yang Mengatakan Bunga Bukan Riba
Namun ada juga yang berpendapat bahwa bunga itu tidakk sama dengan riba, beberapa alasannya adalah:
a.       Dalam keadaan-keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
b.      Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang dilarang, adapun suku bunga yang "wajar" dan tidak mendzolimi, diperkenankan.
c.       Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank yang merupakan suatu "lembaga hukum", tidak termasuk dalam teritorial hukum taklif.
d.      Hanya kredit yang bersifat konsumtif saja yang pengambilan bunganya dilarang, adapun yang produktif tidak demikian (the productivity theory of interest).
e.       Bunga diberikan sebagai ganti rugi (opportunity cost) atas hilangnya "kesempatan" untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan dana tersebut (the classical theory of interest).
f.       Uang dapat dianggap sebagai komoditi sebagaimana barang-barang lainnya sehingga dapat disewakan atau diambil upah atas penggunaannya (the monetary theory of interest).
g.      Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang atau daya beli uang itu.
h.      Jumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti.  Oleh karena itu, bunga diberikan untuk mengimbangi "penurunan" nilai atau daya beli uang ini (time preferece of money theory).
i.        Bunga diberikan sebagai imbalan atas pengorbanan/pemantangan penggunaan pendapatan yang diperoleh (the abstinence theory of interest).

Tanggapan:
a.       Dalam salah satu kaidah ushuliyah memang disebutkan: “Mudarat membolehkan apa yang sebelumnya haram”, namun mudhorat yang dipahami dalam islam, hanyalah ketika ia tidak melakukannya ia akan mati. Dan itupun tidak boleh terus menerus, karena dalm kaidah selanjutnya dikatakan “apa yang dibolehkan dari mudhorat hanya sekedarnya saja”. Contoh makan daging bangkai saat tak ada lagi makanan, ia hanya boleh memakannya untuk menyambung nywa, bila satu gigitan sudah cukup, ia tak perlu menambahnya lagi.
b.      Alasan kedua dapat kita analogikan dengan bumbu bagi dalam semangkok bakso, apakah bila bumbu itu sedikit dan tak berasa babinya ia mesti dikatakan halal? Haram dan halal itu sudah jelas, sedikit atau banyaknya sama saja palagai alasan “wajar” sebagaimana yang disebutkan diatas terkesan “gharar” karena tidak jelas ukurannya.
c.       Tidak benar karena lembaga keuangan bank dan non-bank adalah lembaga yang mempunyai tanggung jaawab hokum kepada manausia dan Allah. Semua transkasi yang dilakukan orang baligh masuk kategori taklif.
d.      Kredit produktif belum tentu menghasilkan laba yang diharapkan, selalu ada factor lingkungan dalam ekonomi yang hanya Allah yang Maha Pemberi Rizki yang tahu hasilnya dimasa depan. karena itu bunga kredit produkti juga punya potensi zholim yang besar dan tetap dikatakan riba.
e.       Dalam prakteknya, uang dalam perbankan dikumpulkan untuk dipinjamkan kembali, untuk mepatkan keuntungan dari selisih anatra bunga kreditur dan bunga debitur, maka lasan yang mneyatakan hilangnya “kesempatan”  untuk mengelola uang tersebut jadi tidak masuk akal. Karena hakikatnya pengelolaan uang dalam islam adalah dalam sector riil, bukan uang untuk uang, kertas untuk kertas.
f.       Islam  mengenal uang sebagai alat tukar bukan komoditas dagang.
g.      Inflasi terjadi akibat adanya bunga, ibarat penyakit tetanus akibat tertusuk paku, apakah untuk mengurangi tetanus tadi dengan menambah tusukan paku lagi? Jadi tak masuk akal bila naik turunnya bunga karena laju inflasi.
h.      Penurunan mata uang dimasa yang akan datang itu terjadi karena riba, penambahan kuantitas money (printed money) karena sistem riba yang selalu meminta tambahan dalam setiap pembiayaan menyebebkan JUB meningkat, dan karena unag juga sudah dianggapa komoditas maka tak heran bila nilainya terus menurun. Maka riba/ bunga  tak pernah menjaga nilai mata uang, ialah yang menurunkan nilai mata uang.
i.        Imbalan dalam islam ada saat bekerja, bukan menunggu orang lain bekerja dengan uang kita tanpa memperdulikan jerih payah mereka.

3. Peringatan dari Al-Quran
وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن رِّبٗا لِّيَرۡبُوَاْ فِيٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ عِندَ ٱللَّهِۖ وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٖ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ ٣٩
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Arrum 39)

وَأَخۡذِهِمُ ٱلرِّبَوٰاْ وَقَدۡ نُهُواْ عَنۡهُ وَأَكۡلِهِمۡ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِۚ وَأَعۡتَدۡنَا لِلۡكَٰفِرِينَ مِنۡهُمۡ عَذَابًا أَلِيمٗا ١٦١
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih (An Nisa 161)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٣٠
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Ali Imron 130)
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٧٥ يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ٢٧٦
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (275) Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (Al Baqoroh 275 – 276)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ ٢٧٩
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (Albaqoroh 278-279)

4. Konsensus Mutlak, Bunga=haram
Hukum haranya bunga banl telah lama disepakati oleh ulama muslim, diantaranya melalui Mukatamar al Fiqh al Islami yang diselenggarakan di Paris tahun 1951 dan di Kairo tahun 1965, Komite Fiqh OKI dan Rabithah ‘Alam Islami yang diselenggarakan pada tahun 1985 dan 1986 masing-masing di Kairo dan Mekkah.  Dengan konsensus mutlak tersebut, sudah tidak ada peluang lagi untuk berargumentasi bahwa bunga bank tidak diharamkan dalam Islam.

5. Ada Apa dengan RIba (AADB) sebuah tinjauan ekonomi
Bunga adalah tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau terhadap uang yang dipinjamkan. Besarnya bunga yang harus dibayar, ditetapkan dimuka tanpa memperdulikan apakah lembaga keuangan penerima simpanan maupun peminjam, berhasil dalam usahanya atau tidak. Biasanya Besarnya bunga yang harus dibayar, dicantumkan dalam angka persentasi atau angka perseratus dalam setahun.  Apabila hutang tidak dibayar atau simpanan tidak diambil dalam beberapa tahun, maka hutang atau simpanan itu akan menjadi berlipat-ganda jumlahnya.
Penentuan Tingkat Suku Bunga:
  1. lebih tinggi dari tingkat inflasi, karena pada tingkat bunga yang lebih rendah, dana yang disimpan nilainya akan habis dikikis inflasi,
  2. lebih tinggi dari tingkat bunga riil di luar negeri, karena pada tingkat bunga yang lebih rendah dengan dianutnya sistem devisa bebas, dana‑dana besar akan lebih menguntungkan untuk parkir diluar negeri, dan
  3. lebih bersaing di dalam negeri, karena penyimpan dana akan memilih bank yang paling tinggi menawarkan tingkat bunga simpanannya dan memberikan berbagai jenis bonus atau hadiah.
 
Hubungan Riba dan Inflasi oleh: ust Hendri Tanjung

Referensi:
AlQuran Kariem
Adiwarman Karim, 2001. Ekonomi Islam Kajian Kontemporer. GIP Jakarta
Hendri Tanjung, 2015, Riba. Modul Kuliah EK18, Program Studi Magister Manajemn Syariah MB IPB, disampaikan pada 27 Maret 2015


[1] Adiwarman Kariem, 2001, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer. Artikel Ketika Riba Menjadi Bunga Hal 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar